BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hakikat-hakikat
yang sudah ada jelas nampak dan nyata
telah dapat disentuh
manusia, dibeberkan oleh
bukti-bukti alam dan
tidak mememrlukan lagi argument
lain untuk menetapkan dalil atas
kebenarannya. Namun demikian,
kesombongan seringkali mendorong
seseorang untuk
membangkitkan keraguaan dan mengacu
hakikat tersebut dengan
keracunan yang dibungkus dengan baju
kebenaran serta dihiasi
dengan cermin akal. Usaha
demikiaan perlu dihadapi dengan hujjah agar
hakikat-hakikat tersebut mendapatkan
pengakuan yang semestinya,
dipercayai atau malah diingkari. Al-Qur an, seruan
Allah kepada seluruh
umat, berdiri tegak diatas
berbagai arus kebatilan
untuk mengingkari kebenaran
Qur’an dan memperdebatkan pokok-pokoknya. Karenanya ia perlu membungkam
intrik-intrik mereka secara konkrit dan
realistis serta menghadapi mereka
dengan uslub bahasa
yang memuaskan, argumentasi yang
pasti dan bantahan tegas.
B.
Rumusan Masalah
1. Apakah yang
dimaksud dengan jaddal al-qur’an?
2. Bagaimana cara yang ditempuh dalam
jaddal al-qur’an itu sendiri?
3. Apasaja macam-macam
jaddal ?
4. Apasaja maudhu’ dari
jaddal?
5. Bagaimana tujuan
dari jadal itu
sendiri?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Definisi Jaddal
Kata ” jadal
atau jidal” berasal dari Bahasa Arab yang
mempunyai arti “debat”. Namun
juga dapat diartikan
dengan bertukar pikiran dengan cara
bersaing dan berlomba
untuk mengalahkan lawan. Pengertian ini
berasal dari kata” jadaltul habla”, yakni
aku kokohkan jalinan
tali itu. Mengingat
kedua belah pihak
yang berdebat itu
mengokohkan pendapatnya masing-masing
dan berusaha menjatuhkan
lawan dari pendirian
yang dipegangi. Namun bisa juga kita
artikan dengan “ pola pikir
atau cara yang
digunakan Alqur’an dalam
ayat-ayatnya untuk membuktikan kebenarannya dan
sekaligus mematahkan pendapat
yang menentangnyadengan maksud
menyerunya kejalan yang
benar”.[1]
Definisi tersebut
berbeda sekali dengan
pendapat Manna’ al-Qoththan yakni “berdebat
dengan cara saling
menjatuhkan dan mengalahkan
pendapat lawan demi
menundukkannya”.
Allah menyatakan
dalam Qur’an bahwa jadal
atau berdebat merupakan
salah satu tabiat
manusia:
“ Dan manusia adalah mahluk
yang paling banyak
debatnya.”(al-kahfi[18]:54).
Berdebat tidak hanya
pada penentuan hukum dalam islam
ataupun hanya pada
sesame orang islam,
namun Allah juga membolehkan
kita berdebat pada orang kafir. Esensi
jadal Qur’an dalam memberi
petunjuk kepada orang
kafir dan mengalahkan para
penentang Qur’an ini
berbeda berbeda dengan
perbedabatan oaring yang mempertaruhkan hawa
nafsu, dimana perdebatannya hanya
merupakan persaingan yang
batil.
B.
Metode Jadal
Qur’an
Al-qur’an
adalah kitab hidayah yang
penuh petunjuk
langsung dari pencipta
manusia dan alam
semesta. Petunjuk atau tuntunan
Qur’an itu bersifat
abadi dan universal, semuanya berhak
menjadikan Qur’an sebagai
pedoman hidap mereka.
Mengingat kondisi
yang demikian, maka dalam
mengajak umat manusia kepada kebenaran, Al-qur’an menggunakan berbagai
pola kalimat dan
susunan redaksi yang
bervariasi seperti majaz, kinayah, tasbih, matsal dan lain-lain.
Pola kalimat tersebut juga
digunakan Al-qur’an dalam
jadal dan mematahkan argumen-argumen yang
menentangnya. Qur’an pun berbeda
dalam jadal seperti
yang ditempuh oleh para ahli
kalam. Yang memerlukan muqodhimah (premis) dan naujah (konklusi).
(1)
Menyebutkan ayat-ayat
kauniyah yang disertai
perintah melakukan perhatian
dan pemikiran untuk
dijadikan dalil bagi penetapan dasar-dasra akidah, seperti ketauhidan dan keimanan. Misalnya firman
Allah:
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah
menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.Dialah yang
menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia
menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu
segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena
itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu
mengetahui.”(albaqoroh/21-22).
(2) membantah para
penentang dan lawan,
serta mematahkan argumentasi mereka. Perdebatan
ini mempunyai beberapa
bentuk:
a). Membungkam lawan bicara
dengan mengajukan pertanyaan yang diluar
akal. Yang tadinya diingkari kemudian
adanya dalil-dalil kemudian
mengimaninya. Missal ayat:
“Apakah mereka
diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka
sendiri)?, Ataukah mereka
telah menciptakan langit dan bumi itu?; sebenarnya mereka tidak meyakini (apa
yang mereka katakan). Ataukah di sisi mereka ada
perbendaharaan Tuhanmu atau merekakah yang berkuasa?, Ataukah
mereka mempunyai tangga (ke langit) untuk mendengarkan pada tangga itu (hal-hal
yang gaib)? Maka hendaklah orang yang mendengarkan di antara mereka
mendatangkan suatu keterangan yang nyata., Ataukah untuk
Allah anak-anak perempuan dan untuk kamu anak-anak laki-laki?, Ataukah kamu meminta upah kepada mereka sehingga mereka dibebani
dengan hutang?, Apakah ada pada sisi mereka pengetahuan
tentang yang gaib lalu mereka menuliskannya? Ataukah
mereka hendak melakukan tipu daya? Maka orang-orang yang kafir itu merekalah
yang kena tipu dayaAtaukah mereka mempunyai tuhan selain Allah. Maha Suci Allah
dari apa yang mereka persekutukan..(at-thur[35-43])
b).
Mengambil dalil dengan
mabda’ (asal
mula kejadian) untuk
menetapkan ma’ad (hari kebangkitan).
Misalnya firman Allah:
“Maka
apakah Kami letih dengan penciptaan yang pertama? Sebenarnya mereka dalam
keadaan ragu-ragu tentang penciptaan yang baru.”(Qof
(15).
c) Membatalkan pendapat
lawan dengan membuktikan
(kebenaran) kebalikannya. Seperti:
“Dan mereka tidak menghormati Allah
dengan penghormatan yang semestinya, di kala mereka berkata: "Allah tidak menurunkan sesuatupun
kepada manusia". Katakanlah: "Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat)
yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan
kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebahagiannya)
dan kamu sembunyikan sebahagian besarnya, padahal telah diajarkan kepadamu apa
yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahui(nya) ?" Katakanlah:
"Allah-lah (yang menurunkannya)", kemudian (sesudah kamu menyampaikan
Al Quran kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya”(al-an’am/91).
d) Menghimpun
dan memerinci (as-sabr wat taqsim), yakni menghimpun
dan menerangkan bahsifat- sifat tersebut
bukanlah ‘illah, seperti ayat:
“(yaitu)
delapan binatang yang berpasangan, sepasang domba, sepasang dari kambing.
Katakanlah: "Apakah dua yang jantan yang diharamkan Allah ataukah dua yang
betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya?" Terangkanlah
kepadaku dengan berdasar pengetahuan jika kamu memang orang-orang yang benar, dan sepasang dari
unta dan sepasang dari lembu. Katakanlah: "Apakah dua yang jantan yang
diharamkan ataukah dua yang betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua
betinanya? Apakah kamu menyaksikan di waktu Allah menetapkan ini bagimu? Maka
siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap
Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan ?" Sesungguhnya Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”(Al-an’am/143-144).
e) Membungkam
lawan dan mematahkan
hujjahnya dengan menjelaskan
bahwa pendapat yang
dikemukakannya itu menimbulkan
suatu pendapat yang
tidak diakui oleh
siapa pun. Misal :
“Dan mereka
(orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah, padahal Allah-lah
yang menciptakan jin-jin itu, dan mereka membohong (dengan mengatakan):
"Bahwasanya Allah mempunyai anak laki-laki dan perempuan", tanpa
(berdasar) ilmu pengetahuan. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari sifat-sifat
yang mereka berikan.
Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak
padahal Dia tidak mempunyai isteri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia
mengetahui segala sesuatu.”(Al-an’am/100-101).
C.
Macam-macam Jadal
Apabila ditinjau dari uslub
jadal yang diterapakan oleh
Alqur’an, maka dapat dikategorikan
ke dalam enam macam
sebagaiman dihimpun oleh
Muhammad Abu Zahrat dalam
kitabnya al-mu’jizat al-kubra
al-qur’an[3] sebagai
berikut:
(1)
Al-Ta’rif
Yang dimaksud
dengan al-ta’rif yakni
Allah memperkenalkan diri-Nya
untuk membuktikan wujud-Nya. Karena Dhat-Nya
tidak dapat dijangkau
oleh indra jadi Allah
memperkanlan diri dengan
sifat-sifat-Nya yang dapat difahami
oleh manusia, antar lain
yakni seperti ayat:
“Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah.
Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan)
dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu
Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik., Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan
mati. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan
dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.(al-mukminun/12-16).
Contoh ayat diatas memberikan gambaran
kepada kita bahwa Alqur’an dalam mengemukakan jadal dengan
menggunakan pola Al-ta’rif
yakni denagn mula-mula-mula diperkenalkan kepada
umat kondisi sesuatu,
sehinggamenjadi jelas semuanya oleh
pembaca dan pendengarnya. Pada contoh
diaatas, umpamanya allah
penciptaan awal bagi
manusia dan prosesnya.
(2)
Al-Tajzi’at
Yakni bagian-bagian
yang disebutkan dalam
suatu ungkapan memberikan
argument atas kebenaran
yang dibawa oleh
ayay-ayat tersebut, seperti ayat:
“Atau
siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa
kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia)
sebagai khalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat
sedikitlah kamu mengingati(Nya).
Atau siapakah yang memimpin kamu dalam kegelapan di dataran dan
lautan dan siapa (pula)kah yang mendatangkan angin sebagai kabar gembira
sebelum (kedatangan) rahmat-Nya? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)?
Maha Tinggi Allah terhadap apa yang mereka persekutukan (dengan-Nya). Atau siapakah yang menciptakan (manusia dari permulaannya), kemudian
mengulanginya (lagi), dan siapa (pula) yang memberikan rezki kepadamu dari
langit dan bumi? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)?. Katakanlah:
"Unjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang
benar".(al-naml/62-64).
Ayat diatas membicarakan
tentang akidah dalm
rangka membantah keyakinann syirik. Tampak
dengan jelas ayat
diatas dapat menjadi
argument tentang keesaan Allah. Ayat diatas
menerangkan sendiri tentang tidak ada sekutu bagi
Allah. Pola serupa ini disebut
dengan tajzi’zt dalam kajian jadal
dalam qur’an.
(3)
Umum dan
Khusus
Ta’mim dan thahsis yakni
mula-mula Tuhan menyebut
sesuatu secara umum,
kemudian dijelaskan secara
rinci, seperti Dalam ayat:
“. Berkata
Fir'aun: "Maka siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa?, Musa berkata: "Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan
kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk,
Berkata Fir'aun: "Maka bagaimanakah keadaan umat-umat yang
dahulu?", Musa menjawab: "Pengetahuan tentang
itu ada di sisi Tuhanku, di dalam sebuah kitab, Tuhan kami tidak akan salah dan
tidak (pula) lupa, Yang telah menjadikan bagimu bumi
sebagai hamparan dan Yang telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-ja]an, dan
menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan
itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam. Makanlah dan
gembalakanlah binatang-binatangmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat
tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal.(thahaa/49-54).
Ketika
kita perhatikan dengan
seksama, pada permulaan ayat diatas yakni
dengan mula-mula dialog
antara Nabi Musa
dan Fir’aun itu
dengan Tuhan menggambarkannya dalam
kalimat yang mengandung
makna umum, kemudian dikhususkan
lagi informasi tersebut, dimana mulanya “Tuhan telah
memberi bentuk kepada
tiap-tiap sesuatu, kemudian
menuntunnya”, dan dilanjutkan
dengan menggambarkan k ondisi masyarakat
Mesir yang sebagian
besar adalh petani dan
peternak. Maka dari
itu, Tuhan menegaskan
bahwa Dialah yang menurun kan
hujan dari langit,
lalu Beliau menumbuhkan berbagai
tanaman yang berpasangan untuk
makan manusia dan
hewan ternaknya.
(4)
Sebab akibat ( al-illat wa al
ma’lul)
Dasar yang
dipakai untuk ber-isti’dlal yakni hubungan
antara berbagai kasus
yang membentuk bagian-bagian dari hakikat
wujud, sehingga nampak wujud
satu wujud darinya yang
merupakan akibat dari
bagian yang lain.
Seperti dalam ayat
alqur’an :
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi)
janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas. Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah
mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih
besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di
Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka
memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi
orang-orang kafir. Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi
kamu), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan
(sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti
(dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap
orang-orang yang zalim.(al-baqoroh/190-193).
Dalam
ayat diatas diinformasikan secara
jelas bahwa perang
pada dasrnya tidak
diinginkan oleh islam.
Namun dikarenakan suatu
kondisi yang memajsa
sehingga mau tidak
mau perang harus
dilakukan.
(5)
Mempertentangkan
(al muqoballat)
Al-muqobalat disini mempunyai
arti mempertentangkan dua
hal yang salah
satu diantaranya efek
lebih besar dari wujudnya, dibanding
yang lain. Seperti dalam
ayat:
“Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu
sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa) ?. Maka mengapa kamu tidak
mengambil pelajaran.(an-nahl/17).
Ayat
diatas merupakan keterangan
bahwa Allah yang
Maha Pecipta mempertentangkan dengan
berhala-berhala yang tidak
sanggup berbuar apa-apa
baik memberi manfaat ataupun mudharat,
apalagi menciptakan sesuatu.
(6)
Mengemukakan perumpamaan (amtsal)
Perumpamaan dari suatu
argumen sangat penting,
karna hal-hal yang bersifat
abstrak dan sulit
dibayangkan, dengan menggunakan
amtsal hal serupa itu
tampak dengan jelas, sehingga seakan-akan
dapat dipegang dan
diraba. Dalam al qur’an
banyak sekali menggunakan
amstal, seperti pada ayat:
“Sesungguhnya Allah tiada segan
membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun
orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari
Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah
menjadikan ini untuk perumpamaan?." Dengan perumpamaan itu banyak orang
yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang
diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang
yang fasik,”(al-baqoroh/26).
Dari
amtsal yang dikemukakan
Alqu’an itu terasa sekali
kekuatan hujjahnya, sehingga
sulit sekali disanggah siapa pun. Hanya bagi
mereka yang kuffur
yang tidak mau
menerimanya.
Apabila diperhatikan
keenam bentuk jaddal
yang tertuang diatas, kita
dapat memberi kesimpulan bahwa
dalam berargumen Alqur’an
senantiasa mengemukakan bukti,
disinilah letak kekuatan
hujjahnya.
D. Maudhu’
Jadal
Menurut Al Maa’iy
mengkategorikan ke dalam
enam kelompok[4]:
(a)
Jadal dalam penetapan wujud Allah seperti dalam QS.
Al jastyiah/ 24-28.
“Dan mereka berkata: "Kehidupan ini tidak
lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada
yang akan membinasakan kita selain masa", dan mereka sekali-kali tidak
mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja, Dan apabila dibacakan kepada
mereka ayat-ayat Kami yang jelas, tidak ada bantahan mereka selain dari
mengatakan: "Datangkanlah nenek moyang kami jika kamu adalah orang-orang
yang benar.", Katakanlah: "Allah-lah yang
menghidupkan kamu kemudian mematikan kamu, setelah itu mengumpulkan kamu pada
hari kiamat yang tidak ada keraguan padanya; akan tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui. Dan hanya kepunyaan Allah kerajaan
langit dan bumi. Dan pada hari terjadinya kebangkitan, akan rugilah pada hari
itu orang-orang yang mengerjakan kebathilan. Dan (pada hari itu) kamu lihat tiap-tiap umat berlutut. Tiap-tiap
umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya. Pada hari itu kamu diberi
balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan.”.
(b)
Jadal
tentang penetapan keesaan Allah
(QS,al-anbiya’/22).
“Sekiranya ada
di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah
rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang
mereka sifatkan.”
(c)
Jadal
tentang penetapan risalah (QS.
Nuh/1-3).
“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada
kaumnya (dengan memerintahkan): "Berilah kaummu peringatan sebelum datang
kepadanya azab yang pedih", Nuh berkata: "Hai
kaumku, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan kepada
kamu, (yaitu) sembahlah olehmu Allah, bertakwalah
kepada-Nya dan taatlah kepadaku,”.
(d)
Jadal tentang
kebangkitan dan pembalasan (QS. Al-Mukminun/81-83).
“Dan Dia memperlihatkan kepada kamu tanda-tanda
(kekuasaan-Nya); maka tanda-tanda (kekuasaan) Allah yang manakah yang kamu
ingkari?, Maka apakah mereka tiada mengadakan perjalanan di muka
bumi lalu memperhatikan betapa kesudahan orang-orang yang sebelum mereka.
Adalah orang-orang yang sebelum mereka itu lebih hebat kekuatannya dan (lebih
banyak) bekas-bekas mereka di muka bumi, maka apa yang mereka usahakan itu
tidak dapat menolong mereka. Maka tatkala datang kepada
mereka rasul-rasul (yang diutus kepada) mereka dengan membawa
ketarangan-keterangan, mereka merasa senang dengan pengetahuan yang ada pada
mereka dan mereka dikepung oleh azab Allah yang selalu mereka perolok-olokkan
itu.”
(e)
Jadal
tentang tasyria’at (QS.
Al-Nhl/36).
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada
tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah
Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang
yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang
telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana
kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).
(f)
Jadal
tentang tema lain,
seperti jadal Nabi Musa dan Nabi
Khidhir, jadal tentang orang
miskin yang sabar
dengan orang kafir yang
kaya, dsb.
E.
Tujuan Jadal
Tujuan yang dapat
diambil dari ayat-ayat
yang mengandung jadal antara lain[5]:
(i)
Untuk menangkis dan
melemahkan argumentasi-argumentasiorang
kafir.
(ii)
Jawaban Allah
tentang pembenaran akidah
dan persoalan yang
dihadapi Rosul.
(iii)
Layanan
dialog bagi orang-orang yang benar-benar
ingin tahu, kemudian
hasilnya itu dijadikan
pegangan dan semacamnya,
seperti jawaban Allah atas
kegelisahan Nabi-Nya.
(iv)
Sebagai bukti
dan dalil yang
dapat mematahkan dakwaan dan
pertanyaan-pertanyaan yang muncul
dikalangan umat manusia, seperti dialog
Nabi Musa dengan Fir’aun.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Jadal merupakan pola pikir atau
cara yang digunakan
Alqur’an dalam ayat-ayatnya
untuk membuktikan kebenarannya dan
sekaligus mematahkan pendapat
yang menentangnyadengan maksud menyerunya
kejalan yang benar.
Yang dimana debat merupakan
suatu tabiat manusia
yang telah diketahui
bahwa Allah pun telah membenarkannya, itu pun juga
tidak hanya dilakukan pada sesama
orang mukmin saja,
namun Allah memperbolehkan kita
untuk berdebat kepada
orang Ahli kitab ataupun
orang kafir.
Yang demikian
itu bertujuan untuk
menampakkan hak dan
menegakkan hujjah atas
validitasnya. Inilah esensi metode jadal Qur’an dalam
memberikan petunjuk kepada
orang kafir dan mengalahkan para penentang Qur’an. Hal ini, sangat
berbeda ketika suatu
perdebatan yang hanya memperturutkan hawa
nafsu, dimana perdebatannya hanya
merupakan persaingan kebathilan
semata.
Secara umum
sendiri, jadal dapat
dikategorikan menjadi dua
1.
Jadal
yang bersifat terpuji
Yakni suatu debat
yang dilandasi niat yang ikhlas
dan murnidengan cara-cara
yang damai untuk
mencari dan menemukan
kebenaran
2.
Jadal
yang bersifat tercela
suatu perdebatan
yang didasari / menonjolkan kebathilan
ataupun dukungannya atas
kebathilan, seperti yang
dilakukan dalam bentuk
debat yang tidak
dilandaskan keilmuan.
DAFTAR PUSTAKA
Nasruddin baidan, wawasan dan ilmu tafsir, yokyakarta
: pustaka pelajar, 2011.
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an (terj) Mudzakie AS,
Bogor : Pustaka Litera AntarNusa, 2013.
Elmira An-nayrah, Perdebatan dalam Qur’an , dalam http://wikimirapedia.blogspot.com, diakses
pada hari Rabu, 11 November 2015.
Al-Qur’an Terjemah, dalam https://ainuamri.wordpress.com. Diakses pada hari Kamis, 12 November 2015,
[2]
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi
Ilmu-Ilmu Qur’an (terj) Mudzakie AS, ( Bogor: Pustaka Litera
AntarNusa,2013), hal 430.
[4]
Elmira An-nayrah, “ Perdebatan dalam
Qur’an”, dalam http://wikimirapedia.blogspot.com, diakses
pada hari Rabu, 11 November 2015.
[5]
ibid
King Casino - Jancasino
BalasHapusKing Casino offers the sbobet ทางเข้า largest slots, video 더킹카지노 slots 10bet and live dealer table games, including Blackjack, Roulette, Baccarat, Video Poker, Blackjack, Roulette and