Langsung ke konten utama

Smt 1 Al-Qur'an Jadal



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Hakikat-hakikat yang sudah ada jelas nampak  dan  nyata  telah  dapat  disentuh  manusia,  dibeberkan  oleh  bukti-bukti  alam  dan  tidak  mememrlukan  lagi  argument lain untuk menetapkan  dalil  atas  kebenarannya. Namun  demikian, kesombongan  seringkali  mendorong  seseorang  untuk membangkitkan  keraguaan dan mengacu hakikat  tersebut  dengan  keracunan yang  dibungkus  dengan baju  kebenaran  serta  dihiasi  dengan cermin  akal.  Usaha  demikiaan  perlu   dihadapi dengan   hujjah agar  hakikat-hakikat  tersebut  mendapatkan  pengakuan  yang   semestinya,  dipercayai  atau malah  diingkari. Al-Qur an,   seruan  Allah  kepada  seluruh  umat,  berdiri  tegak diatas  berbagai  arus  kebatilan  untuk  mengingkari   kebenaran  Qur’an  dan  memperdebatkan  pokok-pokoknya. Karenanya ia perlu  membungkam  intrik-intrik mereka  secara  konkrit dan  realistis serta  menghadapi  mereka  dengan  uslub  bahasa  yang  memuaskan, argumentasi yang pasti dan  bantahan  tegas.
B.     Rumusan  Masalah
1.      Apakah  yang  dimaksud  dengan  jaddal al-qur’an?
2.      Bagaimana cara yang ditempuh  dalam  jaddal al-qur’an itu  sendiri?
3.      Apasaja  macam-macam  jaddal ?
4.      Apasaja  maudhu’ dari  jaddal?
5.      Bagaimana  tujuan  dari  jadal  itu  sendiri?





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi Jaddal
Kata ” jadal atau jidal” berasal  dari  Bahasa  Arab yang  mempunyai  arti “debat”.  Namun  juga  dapat  diartikan  dengan  bertukar  pikiran dengan  cara  bersaing  dan  berlomba  untuk  mengalahkan  lawan. Pengertian  ini  berasal  dari  kata” jadaltul habla”,  yakni  aku  kokohkan  jalinan  tali  itu.  Mengingat  kedua  belah  pihak  yang  berdebat  itu  mengokohkan  pendapatnya  masing-masing  dan  berusaha  menjatuhkan  lawan  dari  pendirian  yang  dipegangi. Namun  bisa juga  kita  artikan  dengan “ pola  pikir  atau  cara  yang  digunakan  Alqur’an  dalam  ayat-ayatnya  untuk  membuktikan kebenarannya  dan  sekaligus  mematahkan  pendapat  yang  menentangnyadengan  maksud  menyerunya  kejalan  yang  benar”.[1]
                        Definisi tersebut berbeda  sekali  dengan  pendapat  Manna’  al-Qoththan yakni  “berdebat  dengan  cara  saling  menjatuhkan  dan  mengalahkan  pendapat  lawan  demi  menundukkannya”.
                        Allah  menyatakan  dalam  Qur’an  bahwa  jadal atau  berdebat  merupakan  salah  satu  tabiat  manusia:
                          Dan  manusia adalah  mahluk  yang  paling  banyak  debatnya.”(al-kahfi[18]:54).
Berdebat  tidak  hanya  pada penentuan hukum dalam  islam ataupun  hanya  pada  sesame  orang  islam,  namun  Allah juga  membolehkan  kita  berdebat pada orang  kafir. Esensi  jadal Qur’an  dalam  memberi  petunjuk  kepada  orang  kafir  dan  mengalahkan  para  penentang  Qur’an  ini  berbeda  berbeda  dengan  perbedabatan oaring  yang  mempertaruhkan  hawa  nafsu, dimana  perdebatannya  hanya  merupakan  persaingan  yang  batil.
B.     Metode Jadal Qur’an
Al-qur’an adalah kitab  hidayah  yang  penuh   petunjuk  langsung  dari  pencipta  manusia  dan  alam  semesta. Petunjuk  atau  tuntunan  Qur’an  itu  bersifat  abadi  dan  universal, semuanya  berhak  menjadikan  Qur’an  sebagai  pedoman  hidap  mereka.
Mengingat  kondisi  yang demikian,  maka  dalam  mengajak  umat  manusia kepada  kebenaran, Al-qur’an menggunakan  berbagai  pola  kalimat  dan  susunan  redaksi  yang  bervariasi seperti majaz, kinayah, tasbih, matsal dan lain-lain. Pola kalimat  tersebut  juga  digunakan  Al-qur’an  dalam  jadal dan  mematahkan argumen-argumen  yang  menentangnya. Qur’an  pun  berbeda  dalam  jadal  seperti  yang  ditempuh  oleh  para  ahli  kalam.  Yang  memerlukan muqodhimah (premis)  dan  naujah (konklusi).
Macam-macam cara yang  ditempuh Al-quran  dalam  jadal sebagai  berikut:[2]
(1)   Menyebutkan  ayat-ayat  kauniyah  yang  disertai  perintah  melakukan  perhatian  dan  pemikiran  untuk  dijadikan  dalil  bagi penetapan  dasar-dasra akidah, seperti  ketauhidan dan  keimanan. Misalnya  firman  Allah:
 
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.”(albaqoroh/21-22).
(2)  membantah  para  penentang  dan  lawan,  serta  mematahkan  argumentasi mereka.  Perdebatan  ini  mempunyai  beberapa  bentuk:
a). Membungkam   lawan  bicara  dengan  mengajukan  pertanyaan yang  diluar  akal. Yang tadinya  diingkari  kemudian  adanya  dalil-dalil  kemudian  mengimaninya. Missal ayat: 
    
Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?, Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu?; sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Tuhanmu atau merekakah yang berkuasa?, Ataukah mereka mempunyai tangga (ke langit) untuk mendengarkan pada tangga itu (hal-hal yang gaib)? Maka hendaklah orang yang mendengarkan di antara mereka mendatangkan suatu keterangan yang nyata., Ataukah untuk Allah anak-anak perempuan dan untuk kamu anak-anak laki-laki?, Ataukah kamu meminta upah kepada mereka sehingga mereka dibebani dengan hutang?, Apakah ada pada sisi mereka pengetahuan tentang yang gaib lalu mereka menuliskannya? Ataukah mereka hendak melakukan tipu daya? Maka orang-orang yang kafir itu merekalah yang kena tipu dayaAtaukah mereka mempunyai tuhan selain Allah. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan..(at-thur[35-43])
b). Mengambil  dalil  dengan  mabda’  (asal  mula  kejadian)  untuk  menetapkan  ma’ad  (hari  kebangkitan). Misalnya firman  Allah:
“Maka apakah Kami letih dengan penciptaan yang pertama? Sebenarnya mereka dalam keadaan ragu-ragu tentang penciptaan yang baru.”(Qof (15).
c) Membatalkan  pendapat  lawan  dengan  membuktikan  (kebenaran) kebalikannya. Seperti:
Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya, di kala mereka berkata: "Allah tidak menurunkan sesuatupun kepada manusia". Katakanlah: "Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebahagiannya) dan kamu sembunyikan sebahagian besarnya, padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahui(nya) ?" Katakanlah: "Allah-lah (yang menurunkannya)", kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al Quran kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya”(al-an’am/91).
d)  Menghimpun  dan  memerinci  (as-sabr  wat taqsim), yakni  menghimpun  dan  menerangkan  bahsifat- sifat  tersebut  bukanlah  ‘illah, seperti  ayat:
“(yaitu) delapan binatang yang berpasangan, sepasang domba, sepasang dari kambing. Katakanlah: "Apakah dua yang jantan yang diharamkan Allah ataukah dua yang betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya?" Terangkanlah kepadaku dengan berdasar pengetahuan jika kamu memang orang-orang yang benar, dan sepasang dari unta dan sepasang dari lembu. Katakanlah: "Apakah dua yang jantan yang diharamkan ataukah dua yang betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya? Apakah kamu menyaksikan di waktu Allah menetapkan ini bagimu? Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan ?" Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”(Al-an’am/143-144).
e)  Membungkam  lawan  dan  mematahkan  hujjahnya  dengan  menjelaskan  bahwa  pendapat  yang  dikemukakannya  itu  menimbulkan  suatu  pendapat  yang  tidak  diakui  oleh  siapa pun. Misal :
“Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah, padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu, dan mereka membohong (dengan mengatakan): "Bahwasanya Allah mempunyai anak laki-laki dan perempuan", tanpa (berdasar) ilmu pengetahuan. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari sifat-sifat yang mereka berikan. Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai isteri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu.”(Al-an’am/100-101).
C.     Macam-macam  Jadal
Apabila  ditinjau  dari  uslub  jadal yang  diterapakan  oleh  Alqur’an, maka  dapat  dikategorikan  ke dalam  enam  macam  sebagaiman  dihimpun  oleh  Muhammad Abu  Zahrat  dalam  kitabnya  al-mu’jizat al-kubra al-qur’an[3]  sebagai  berikut:
(1)   Al-Ta’rif
Yang  dimaksud  dengan  al-ta’rif  yakni  Allah  memperkenalkan   diri-Nya  untuk  membuktikan wujud-Nya. Karena  Dhat-Nya  tidak  dapat  dijangkau  oleh  indra jadi  Allah  memperkanlan diri  dengan sifat-sifat-Nya yang  dapat  difahami  oleh  manusia,  antar lain  yakni seperti  ayat:
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik., Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.(al-mukminun/12-16).
Contoh ayat diatas  memberikan  gambaran  kepada  kita  bahwa Alqur’an dalam mengemukakan  jadal dengan  menggunakan pola  Al-ta’rif yakni   denagn  mula-mula-mula diperkenalkan  kepada  umat  kondisi  sesuatu,  sehinggamenjadi  jelas  semuanya oleh  pembaca  dan  pendengarnya. Pada  contoh  diaatas,  umpamanya  allah  penciptaan  awal  bagi  manusia  dan  prosesnya.
(2)   Al-Tajzi’at
Yakni  bagian-bagian  yang  disebutkan  dalam  suatu  ungkapan  memberikan  argument  atas  kebenaran  yang  dibawa  oleh  ayay-ayat  tersebut,  seperti ayat:
Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya). Atau siapakah yang memimpin kamu dalam kegelapan di dataran dan lautan dan siapa (pula)kah yang mendatangkan angin sebagai kabar gembira sebelum (kedatangan) rahmat-Nya? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Maha Tinggi Allah terhadap apa yang mereka persekutukan (dengan-Nya). Atau siapakah yang menciptakan (manusia dari permulaannya), kemudian mengulanginya (lagi), dan siapa (pula) yang memberikan rezki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)?. Katakanlah: "Unjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar".(al-naml/62-64).
Ayat  diatas  membicarakan  tentang  akidah  dalm  rangka  membantah  keyakinann syirik.  Tampak  dengan  jelas  ayat  diatas  dapat  menjadi  argument  tentang  keesaan Allah. Ayat  diatas  menerangkan  sendiri tentang  tidak ada sekutu  bagi  Allah. Pola  serupa  ini disebut  dengan tajzi’zt dalam  kajian  jadal  dalam  qur’an.
(3)   Umum dan Khusus
Ta’mim dan thahsis  yakni  mula-mula  Tuhan menyebut sesuatu  secara  umum,  kemudian  dijelaskan  secara  rinci,  seperti Dalam  ayat:
. Berkata Fir'aun: "Maka siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa?, Musa berkata: "Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk, Berkata Fir'aun: "Maka bagaimanakah keadaan umat-umat yang dahulu?", Musa menjawab: "Pengetahuan tentang itu ada di sisi Tuhanku, di dalam sebuah kitab, Tuhan kami tidak akan salah dan tidak (pula) lupa, Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan Yang telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-ja]an, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam. Makanlah dan gembalakanlah binatang-binatangmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal.(thahaa/49-54).
Ketika  kita  perhatikan   dengan  seksama,  pada  permulaan ayat diatas  yakni  dengan  mula-mula  dialog  antara  Nabi  Musa  dan  Fir’aun  itu  dengan  Tuhan  menggambarkannya  dalam  kalimat  yang  mengandung  makna  umum, kemudian  dikhususkan  lagi  informasi  tersebut, dimana mulanya  “Tuhan telah  memberi  bentuk  kepada  tiap-tiap  sesuatu,  kemudian  menuntunnya”,  dan  dilanjutkan  dengan  menggambarkan k ondisi masyarakat Mesir  yang  sebagian  besar  adalh petani  dan  peternak.  Maka  dari  itu,  Tuhan  menegaskan  bahwa Dialah yang  menurun  kan  hujan  dari  langit,  lalu Beliau  menumbuhkan   berbagai  tanaman yang  berpasangan  untuk  makan  manusia  dan  hewan  ternaknya.
(4)   Sebab akibat ( al-illat  wa al  ma’lul) 
Dasar  yang  dipakai  untuk  ber-isti’dlal yakni  hubungan  antara  berbagai  kasus  yang  membentuk  bagian-bagian dari  hakikat  wujud, sehingga  nampak  wujud  satu wujud  darinya  yang  merupakan  akibat  dari  bagian  yang  lain.
Seperti  dalam  ayat  alqur’an :
Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir. Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.(al-baqoroh/190-193).
Dalam  ayat  diatas  diinformasikan  secara  jelas  bahwa  perang  pada  dasrnya  tidak  diinginkan  oleh  islam.  Namun  dikarenakan  suatu  kondisi yang  memajsa sehingga  mau  tidak  mau  perang  harus  dilakukan.
(5)   Mempertentangkan  (al muqoballat)
Al-muqobalat  disini  mempunyai  arti  mempertentangkan  dua  hal  yang  salah  satu  diantaranya  efek  lebih  besar  dari wujudnya,  dibanding  yang  lain. Seperti  dalam  ayat:
Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa) ?. Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran.(an-nahl/17).
Ayat  diatas  merupakan  keterangan  bahwa  Allah  yang  Maha  Pecipta  mempertentangkan  dengan  berhala-berhala  yang  tidak  sanggup  berbuar  apa-apa  baik  memberi  manfaat ataupun  mudharat,  apalagi  menciptakan  sesuatu.
(6)   Mengemukakan perumpamaan (amtsal)
Perumpamaan  dari  suatu  argumen  sangat  penting,  karna hal-hal  yang  bersifat  abstrak  dan  sulit  dibayangkan,  dengan  menggunakan  amtsal  hal  serupa itu  tampak  dengan  jelas, sehingga  seakan-akan  dapat  dipegang  dan  diraba.  Dalam  al qur’an  banyak  sekali   menggunakan  amstal, seperti  pada  ayat:
Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?." Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik,(al-baqoroh/26).
Dari  amtsal  yang  dikemukakan  Alqu’an itu  terasa  sekali  kekuatan hujjahnya, sehingga  sulit  sekali disanggah  siapa pun. Hanya  bagi  mereka  yang  kuffur  yang   tidak  mau  menerimanya.
 Apabila  diperhatikan  keenam  bentuk  jaddal  yang tertuang  diatas,  kita  dapat memberi  kesimpulan  bahwa  dalam  berargumen  Alqur’an  senantiasa  mengemukakan  bukti,  disinilah  letak  kekuatan  hujjahnya.
D.    Maudhu’ Jadal
Menurut Al Maa’iy  mengkategorikan  ke dalam enam  kelompok[4]:
(a)                Jadal dalam penetapan wujud Allah seperti dalam QS. Al jastyiah/ 24-28.
Dan mereka berkata: "Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa", dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja, Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang jelas, tidak ada bantahan mereka selain dari mengatakan: "Datangkanlah nenek moyang kami jika kamu adalah orang-orang yang benar.", Katakanlah: "Allah-lah yang menghidupkan kamu kemudian mematikan kamu, setelah itu mengumpulkan kamu pada hari kiamat yang tidak ada keraguan padanya; akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Dan hanya kepunyaan Allah kerajaan langit dan bumi. Dan pada hari terjadinya kebangkitan, akan rugilah pada hari itu orang-orang yang mengerjakan kebathilan. Dan (pada hari itu) kamu lihat tiap-tiap umat berlutut. Tiap-tiap umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya. Pada hari itu kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan.”.
(b)               Jadal  tentang  penetapan keesaan Allah (QS,al-anbiya’/22).
Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.
(c)                Jadal  tentang  penetapan risalah (QS. Nuh/1-3).
Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan memerintahkan): "Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya azab yang pedih", Nuh berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan kepada kamu, (yaitu) sembahlah olehmu Allah, bertakwalah kepada-Nya dan taatlah kepadaku,”.
(d)               Jadal tentang  kebangkitan dan pembalasan (QS. Al-Mukminun/81-83).
Dan Dia memperlihatkan kepada kamu tanda-tanda (kekuasaan-Nya); maka tanda-tanda (kekuasaan) Allah yang manakah yang kamu ingkari?, Maka apakah mereka tiada mengadakan perjalanan di muka bumi lalu memperhatikan betapa kesudahan orang-orang yang sebelum mereka. Adalah orang-orang yang sebelum mereka itu lebih hebat kekuatannya dan (lebih banyak) bekas-bekas mereka di muka bumi, maka apa yang mereka usahakan itu tidak dapat menolong mereka. Maka tatkala datang kepada mereka rasul-rasul (yang diutus kepada) mereka dengan membawa ketarangan-keterangan, mereka merasa senang dengan pengetahuan yang ada pada mereka dan mereka dikepung oleh azab Allah yang selalu mereka perolok-olokkan itu.”
(e)                Jadal  tentang  tasyria’at (QS. Al-Nhl/36).
Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).
(f)                 Jadal tentang  tema  lain,  seperti  jadal Nabi  Musa dan Nabi  Khidhir, jadal  tentang  orang  miskin  yang  sabar  dengan orang  kafir  yang  kaya, dsb.


E.     Tujuan Jadal
Tujuan  yang  dapat  diambil  dari  ayat-ayat  yang  mengandung jadal antara  lain[5]:
(i)                 Untuk menangkis dan  melemahkan argumentasi-argumentasiorang  kafir.
(ii)               Jawaban Allah  tentang  pembenaran  akidah  dan  persoalan  yang  dihadapi  Rosul.
(iii)             Layanan  dialog  bagi  orang-orang yang  benar-benar  ingin  tahu,  kemudian  hasilnya  itu  dijadikan  pegangan  dan  semacamnya,  seperti  jawaban  Allah atas  kegelisahan  Nabi-Nya.
(iv)              Sebagai  bukti  dan  dalil  yang  dapat  mematahkan  dakwaan dan  pertanyaan-pertanyaan  yang  muncul  dikalangan   umat  manusia, seperti  dialog  Nabi  Musa  dengan Fir’aun.

















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
            Jadal merupakan pola  pikir  atau  cara  yang  digunakan  Alqur’an  dalam  ayat-ayatnya  untuk  membuktikan kebenarannya  dan  sekaligus  mematahkan  pendapat  yang  menentangnyadengan  maksud  menyerunya  kejalan  yang  benar.  Yang  dimana debat  merupakan  suatu  tabiat  manusia  yang  telah  diketahui  bahwa Allah pun telah membenarkannya, itu pun  juga  tidak  hanya dilakukan  pada sesama  orang  mukmin  saja,  namun  Allah  memperbolehkan  kita  untuk  berdebat  kepada  orang  Ahli kitab  ataupun  orang kafir.
            Yang  demikian  itu  bertujuan  untuk  menampakkan  hak  dan  menegakkan  hujjah  atas  validitasnya. Inilah  esensi  metode jadal Qur’an  dalam  memberikan  petunjuk kepada orang  kafir dan mengalahkan para  penentang Qur’an. Hal ini,  sangat  berbeda  ketika  suatu  perdebatan  yang  hanya  memperturutkan  hawa nafsu, dimana  perdebatannya  hanya  merupakan  persaingan  kebathilan  semata.
            Secara  umum  sendiri,  jadal  dapat  dikategorikan  menjadi dua
1.      Jadal  yang  bersifat  terpuji
Yakni suatu debat  yang dilandasi niat  yang ikhlas dan  murnidengan  cara-cara  yang  damai  untuk  mencari  dan  menemukan  kebenaran
2.      Jadal  yang  bersifat tercela
  suatu  perdebatan  yang  didasari / menonjolkan  kebathilan  ataupun  dukungannya  atas  kebathilan,  seperti  yang  dilakukan  dalam  bentuk  debat  yang  tidak  dilandaskan  keilmuan.





DAFTAR  PUSTAKA
Nasruddin baidan, wawasan dan ilmu tafsir, yokyakarta : pustaka pelajar, 2011.
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an (terj) Mudzakie AS, Bogor : Pustaka Litera AntarNusa, 2013.
 Elmira An-nayrah,  Perdebatan dalam Qur’an , dalam http://wikimirapedia.blogspot.com, diakses  pada hari Rabu, 11 November 2015.
Al-Qur’an Terjemah, dalam  https://ainuamri.wordpress.com. Diakses pada hari Kamis, 12 November 2015,





[1] Nasruddin baidan,wawasan dan ilmu tafsir,(yokyakarta:pustaka pelajar,2011),hal276.
[2] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an (terj) Mudzakie AS, ( Bogor: Pustaka Litera AntarNusa,2013), hal 430.
[3] Nasrudi  baidan, wawasan  dan ilmu  tafsir,(yokyakata: pustaka pelajar,2011), hal 280.
[4] Elmira An-nayrah, “ Perdebatan dalam Qur’an”, dalam http://wikimirapedia.blogspot.com, diakses  pada hari Rabu, 11 November 2015.
[5] ibid

Komentar

  1. King Casino - Jancasino
    King Casino offers the sbobet ทางเข้า largest slots, video 더킹카지노 slots 10bet and live dealer table games, including Blackjack, Roulette, Baccarat, Video Poker, Blackjack, Roulette and

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Smt 5 Ushul fiqih Hakim hukum mahkum Fih Mahkum 'alaih

    HAKIM, HUKUM, MAHKUM FIIH, MAHKUM ‘ALAIH Makalah I ni D isusun G una M emenuhi T ugas K elompok Mata Kuliah :   Ushul Fiqih Dosen Pengampu :   Yusuf Effendi , M.Pd. Disusun Oleh: 1.      Kun Amiina                        (15120026) 2.      M. Lutfil Makin                  (15120036) Semester 5 B PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA PURWOREJO 2017 BAB I PENDAHULUAN A.     LATAR BELAKANG Di dalam agama Islam, dalam menjalankan kehidupan sehari-hari ini kita tidak pernah terlepas dari hukum-hukum syar’i. Hukum yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan seo...

Smt 1 Psikologi Umum gejala Campuran

GEJALA CAMPURAN (PERHATIAN, KELELAHAN, SUGESTI DAN KELUPAAN) Paper Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah : Psikologi Umum Dosen Pengampu : Akhid Lutfian, S.Pd, M.Pd Disusun Oleh (Kelompok 15) : Akmal Maulana Subchi Kun Amiina Pariyati Semester 1B PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA PURWOREJO 2015 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Berbicara tentang jiwa, terlebih dahulu kita harus dapat membedakan antara nyawa dan jiwa. Dimana nyawa adalah daya jasmanilah yang adanya tergantung pada hidup jasmani yaitu perbuatan yang ditimbulkan oleh proses belajar, misalnya insting, refleks dan nafsu. Sedangkan jiwa adalah daya hidup rohaniah yang menjadi penggerak dan penyalur bagi sekalian perbuatan pribadi. Pada umumnya manusia tak mungkin lepas dari kondisi lingkungan. Tanpa disadari kondisi lingkungan tersebut dapat mengakibatkan pergeseran atau terjadinya kejiwaan dan apabila manusi...