Langsung ke konten utama

Smt 2 Filsafat Umum Filsafat kuno



SEJARAH PERKEMBANGAN DAN KARAKTERISTIK
FILSAFAT YUNANI KUNO
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas kelompok
Mata Kuliah : Filsafat Umum
Dosen Pengampu : Mahmud Nasir, S.Fil.I, M.Hum


Disusun Oleh:

1.     Holidin
2.     Istinganah
3.     Kun Amiina
4.     Lamik Kholisoh
Semester 2B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA
PURWOREJO
2016

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Suatu pandangan dunia dan umumnya suatu pandangan teoritis tidak pernah melayang-layang diudara. Setiap pemikiran teoritis mempunyai hubungan erat dengan lingkungan di mana pemikiran itu di jalankan. Itu benar juga bagi permulaan pemikiran teoritis, yaitu lahirnya filsafat di Yunani dalam abad ke-6 sebalum Masehi.
Supaya tidak terjadi kesalahfahaman, maka perlu diketahui bahwa, bagi orang Yunani, filsafat tidak merupakan suatu ilmu pengetahuan disamping ilmu-ilmu pengetahuan yang lain, melainkan meliputi segala pengetahuan ilmuah. Kiranya sudah jelas bahwa lahirnya filsafat di Yunani tidak dapat hanya dimengerti melalui kebudayaan-kebudayaan yang ada di Yunani saja, melainkan perlu mengetahui sebab munculnya. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami paparkan mengenai latar belakang munculnya filsafat Yunani Kuno, filsuf-filfuf (tokoh-tokohnya) pada masa itu dan karakteristik yang ada di dalam filsafat Yunani Kuno.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana latar belakang atau sebab munculnya Filsafat Yunani Kuno?
2.      Bagaimana pemikiran filosof-filosof Yunani Kuno?
3.      Bagaimana karakteristik Filsafat Yunani Kuno?




BAB II
PEMBAHASAN

A.     LATAR BELAKANG MUNCULNYA FILSAFAT YUNANI KUNO
Nama “filsafat” dan “filsuf” berasal dari kata-kata Yunani philosophia dan philosophos. Menurut bentuk kata, seorang philosophos adalah seorang pecinta kebijaksanaan. Ada tradisi kuno yang mengatakan bahwa nama filsuf (philosophos) untuk pertama kalinya dalam sejarah dipergunakan oleh Phytagoras (abad ke-6 s.M).
Buat tanggapan Yunani, seorang yang mempunyai kebijaksanaan sebagai milik definitif, sudah melampaui kemampuan insani. Orang sedemikian telah melangkahi batas-batas yang ditentukan untuk nasibnya sebagai manusia. memiliki kebijaksanaan berarti mencapai suatu status adimanusiawi. Itu sama saja dengan hybris, rasa sombong yang selalu ditakuti dan dihindari orang Yunani. Manusia harus menghormati batas-batas yang berlaku bagi status insaninya. Karena dia manusia bukan Allah, ia harus puas dengan mengasihi kebijaksanaan. Tetapi tugas itu tidak akan pernah selesai dan tidak menjadi miliknya secara komplit dan definitif. Karena alasan-alasan itu orang Yunani memilih nama “filsafat” dan “filsuf”.[1]
Terdapat tiga faktor yang menjadikan filsafat Yunani ini lahir, yaitu:
1.      Bangsa yunani yang kaya akan mitos (dongeng), dimana mitos dianggap sebagai awal dari upaya orang untuk mengetahui atau mengerti. Mitos-mitos tersebut kemudian disusun secara sistematis yang untuk sementara kelihatan rasional sehingga muncul mitos selektif dan rasional, seperti syair karya Homerus, Orpheus dan lain-lain.
2.      Karya sastra yunani yang dapat dianggap sebagai pendorong kelahiran filsafat Yunani, karya Homerous mempunyai kedudukan yang sangat penting untuk pedoman hidup orang-orang yunani yang didalamnya mengandung nilai-nilai edukatif.
3.       Pengaruh ilmu-ilmu pengetahuan yang berasal dari Babylonia (Mesir) di lembah sungai Nil, kemudian berkat kemampuan dan kecakapannya ilmu-ilmu tersebut dikembangkan sehingga mereka mempelajarinya tidak didasrkan pada aspek praktis saja, tetapi juga aspek teoritis kreatif.
Dengan adanya ketiga faktor tersebut, kedudukan mitos digeser oleh logos (akal), sehingga setelah pergeseran tersebut filsafat lahir. Periode Yunani kuno ini lazim disebut periode filsafat alam. Dikatakan demikian, karena pada periode ini ditandai dengan munculnya para ahli pikir alam, dimana arah dan perhatian pemikirannya kepada apa yang diamati sekitarnya. Mereka membuat pertanyaan-pertanyaan tentang gejala alam yang bersifat filsafati (berdasarkan akal pikir) dan tidak berdasarkan pada mitos. Mereka mencari asas yang pertama dari alam semesta (arche) yang sifatnya mutlak, yang berada di belakang segala sesuatu yang serba berubah.[2] Dibanding dengan sekarang, pengatahuan mereka tentang alam tidak seberapa, tetapi mereka itu sebagai filsuf sudah mencari keterangan sedalam-dalamnya bagi alam dengan menanyakan apakah inti alam itu.[3]

B.     PEMIKIRAN FILOSOF-FILOSOF YUNANI KUNO
1.      Thales
Thales lahir di Miletus pada tahun 625-546 SM. Ia diberi gelar sebagai Bapak Filsafat, karena Ia adalah orang yang pertama berfilsafat. Gelar itu diberikan kepada Thales, karena ia mengajukan pertanyaan tentang “Apa sebenarnya bahan alam semesta ini?” Padahal pertanyaan ini amatlah mendasar, dari pertanyaan ini saja ia dapat mengangkat namanya menjadi filosof pertama. Thales sebagai salah satu dari tujuh orang yang bijaksana (Seven Wise Men of Greece). Salah satu jasanya yang besar adalah meramal gerhana matahari pada 28 Mei tahun 585 SM.[4]
Aristoteles mengatakan bahwa Thales termasuk filsuf yang mencari arkhe (asal atau prinsip) alam semesta, malah ia merupakan yang pertama diantara mereka. Prinsip ini adalah air. Semuanya berasal dari air dan semuanya kembali lagi menjadi air.[5] Sebagai ilmuwan pada masa itu ia mempelajari magnetisme dan listrik yang merupakan pokok soal fisika. Juga mengembangkan astronomi dan matematika dengan mengemukakan pendapat, bahwa bulan bersinar karena memantulkan cahaya matahari.
Selain itu, Ia mengatakan bahwa asal alam adalah air karena unsur terpenting bagi setiap makhluk hidup adalah air. Air dapat berubah menjadi gas seperti uap dan benda padat seperti es, dan bumi ini juga berada di atas air. Thales juga berpendapat tentang jiwa bahwa segala sesuatu di jagat raya memiliki jiwa. Jiwa tidak hanya terdapat di dalam benda hidup tetapi juga benda mati. Teori tentang materi yang berjiwa ini disebut hylezoisme. Argumentasi Thales didasarkan pada magnet yang dikatakan memiliki jiwa karena mampu menggerakkan besi

2.      Anaximenes (585 – 494 SM)
Tentang tanggal lahirnya kita hanya mengetahui bahwa ia lebih muda dari Anaximandros. Menurut Anaximenes prinsip asal usul segala sesuatu adalah udara, kemudian ada pemadatan dan pengenceran. Udara yang memadat menjadikan angin, air, tanah dan batu. Udara yang mengencer menjadi api. Bumi (yang berupa meja bundar) melaynag diudara. Demikianpun matahari, bulan dan bintang-bintang, “laksana sehelai daun”. Badan-badan jagad raya itu tidak terbenam dibawah bumi, tetapi mengelilingi bumi yang datar itu. Matahari lenyap pada waktu malam, karena tertutup di belakang bagian-bagian tinggi.[6]

3.      Socrates
Socrates  (470 SM -399 SM) adalah filsuf dari Athena. Dalam sejarah umat manusia, Socrates merupakan contoh istemewa selaku filsuf yang jujur dan berani. Socrates menciptakan metode ilmu kebidanan yang dikenal dengan ‘’Maicutika Telenhe‘’, yaitu suatu metode dialektiva untuk  melahirkan kebenaran. Menurut Plato dan Aristoteles, ia adalah orang pertama yang memperkenalkan cara berpikir induktif dan membuat definisi universal.
Dalam logikanya Aristoteles mempergunakan istilah “induksi” atau mengacu keproses pemikiran dimana budi manusia, dengan bertolak dari pengetahuan tentang hal-hal khusus, menyimpulkan pengetahuan yang umum. Misalnya, Socrates mau menyelidiki apakah yang dimaksud orang dengan kata arete (keutamaan). Nah, ada banyak orang yang mempunyai keahlian tertentu yang dianggap sebagai arete mereka. Dari sebab itu Socrates bertanya kepada tukang-tukang besi, tukang-tukang sepatu, dan tukang tenun apakah keutamaan itu menurut pendapat mereka. Dari jawaban-jawaban yang diberikan, Socrates mengupayakan rumusan yang melukiskan sifat umum dari konsep “ keutamaan”, dengan menyisihkan sifat-sifat khusus yang berlaku hanya bagi seorang tertentu saja.[7]
Cara berpikir ini kemudian dikenal sebagai metode Sokrates. Ia juga orang pertama di dunia yang mengemukakan bahwa di dalam diri manusia terdapat jiwa/ rohani. Ia menyadari bahwa jiwa jauh lebih penting daripada tubuh fisik dan jiwa tidak akan mati. Karena penemuannya inilah, banyak orang menganggapnya sebagai Bapak Psikologi Rasional.
Ia juga menemukan bahwa Tuhan hanya satu dan memiliki kekuasaan terhadap segala sesuatu. Ia menemukan hal ini melalui pemikirannya sendiri, bukan dari Al-Qur’an dan Injil. Menurut kesaksian Plato, Socrates berkeyakinan bahwa Allah menyatakan diri kepada orang-orang yang saleh dengan mimpi, orakel, pertanda dan sebagainya. [8]

4.      Plato
Plato lahir pada tahun 428/7 dalam suatu keluaraga yang terkemuka di Athena. Ia adalah murid Socrates dan guru dari Aristoteles. Plato mendirikan sekolah yang diberi nama “Akademia”, sebagai pusat penyelidikan ilmiah. Empat puluh tahun lamanya Plato mengepalai sekolah itu sampai kematiannya pada tahun 348/7.
Selain seorang filsuf yang original sekali, Plato juga sorang sastrawan yang nilainya unggul dalam kasusastraan dunia dan selalu sukar untuk menentukan mengapa seniman memilih bentuk ini dan bukan bentuk lain dan semua karyanya merupakan dialog-dialog, kecuali surat-surat dan apologia. Ciri khas dari karangannya sering ditemui mite-mite. Plato berpendapat bahwa mite tidak bertentangan mutlak dengan rasio.
Ajaran tentang idea-idea merupakan inti dan dasar seluruh filsafat Plato. Dalam bahasa modern kata “ide/idea” berarti suatu gagasan atau tanggapan yang hanya terdapat dalam pemikiran saja. Bagi dia, idea merupakan suatu yang obyektif dan tidak tergantung pada pemikiran, tapi sebaliknya pemikiran yang tergantung pada idea.[9] Sehingga ilmu pasti adalah cara mengetahui asal-usul ajaran Plato tentang idea, dan ilmu pasti diutamakan dalam Akademia yang tentu dipengaruhi kaum Phytagorean. Yang pasti ialah bahwa Plato menerima idea-idea etis dan matematis.[10]
Keterikatan Plato pada kesempurnaan idea dan kepastian matematik menjadikannya lebih memusatkan penelitian kepada cara berpikir (aspek metodis) dari pada apa yang dapat ditangkap oleh indera. Oleh karena itu, Plato dapat dikatakan seorang eksponen rasionalisme manakala ia hendak menerangkan sesuatu, namun ia juga seorang eksponen idealisme manakala menerangkan bidang nilai (aksiologis).

5.      Aristoteles
Aristoteles lahir pada tahun 384 s.M. di Stageria, suatu kota Yunani utara. Pada usia 17 atau 18 tahun Aristoteles di kirim ke Athena untuk belajar di Akademia Plato. Ia tinggal disana sampai meninggal pada tahun 348/7; jafi kira-kira 20 tahun lamanya. Saat Alexander berkuasa di tahun 340 SM, ia kembali ke Athena. Dengan dukungan dan bantuan dari Alexander, ia kemudian mendirikan akademinya sendiri yang diberi nama Lykeion (latinnya :Lyceum) karena tempatnya dekat halaman yang dipersembahkan kepada dewa Apollo Lykeios. [11]
Ajaran-ajaran Aristoteles yaitu :
a.       Logika
Nama “logika” tidak terdapat pada Aristoteles sendiri. Alexander Aphrodisias adalah orang pertama yang menggunakan kata logika dalam arti yang sekarang dimaksudkan dengannya (ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita). Aristoteles memakai istilah “analitika” untuk penyelidikan argumentasi-argumentasi yang bertitik tolak dari putusan-putusan ynag benar dan ia memakai istilah “dialektika” untuk penyelidikan yang bertitik tolak dari hipotesa atau putusan yang tidak pasti kebenarannya. Dua istilah itu sekarang dinamakan logika.[12] Logika Aristoteles didasarkan atas syllogisme (susunan pikir) yang terdiri atas tiga pernyataan yaitu:
1)      Premis mayor yaitu pernyataan pertama yang mengemukakan hal umum yang telah diakui kebenarannya.
2)      Premis minor yaitu pernyataan kedua yang bersifat khusus dan lebih kecil lingkupnya daripada premis mayor.
3)      Konklusi yaitu kesimpulan yang ditarik berdasarkan kedua premis tersebut yaitu premis mayor dan minor.
b.      Psikologi, Fisika dan Metafisika
Psikologi masuk dalam fisika, karena obyek penyelidikannya hal-hal fisis atau alamiah. Tetapi ada bedanya, psikologi hanya menyelidiki segolongan makhluk-makhluk fisis, yaitu makhluk-makhluk yang mempunyai psyke (jiwa). Segala sesuatu yang hidup mempunyai jiwa.[13] Dalam fisikanya Aristoteles mempelajari gerak spontan benda-benda jasmani. Istilah metafisika, agaknya dipilih untuk menunjukkan bahwa bahannya harus dipelajari sesudah traktat mengenai fisika, karena metafisika membahas aspek-aspek yang paling fundamental dari kenyataan, sedangkan fisika membicarakan aspek-aspek yang lebih gampang didekati.[14]

6.      Helenisme
Helenisme diambil dari bahasa Yunani kuno Hellenizein yang berarti “berbicara atau berkelakuan seperti orang Yunani”. Helenisme secara umum yaitu istilah yang menunjukkan kebudayaan yang merupakan antara budaya Yunani dan budaya Asia kecil , Syiria, Metopotamia dan Mesir yang lebih tua. Helenisme ditandai dengan fakta bahwa perbatasan antara berbagai negara dan kebudayaan menjadi hilang. Yang termasuk didalam Yunani Kuno adalah pada masa pertama yang dimulai dari empat abad sebelum masehi. Aliran-aliran yang terdapat didalamnya ialah:
a.       Aliran Stoa, Zeno sebagai pendirinya. Ia mengajarkan agar manusia jangan sampai bisa digerakkan oleh kegembiraan atau kesedihan (jadi tahan diri dalam menghadapinya) dan menyerahkan diri tanpa syarat kepada suatu keharusan yang tidak bisa ditolak dan yang menguasai segala sesuatu. Aristoteles mengatakan bahwa Zeno menemukan dialektika. Zeno membuktikan bahwa adanya ruang kosong, pluralitas, dan gerak sama-sama mustahil.[15]
b.      Aliran epicure, dengan Epicure sebagai pendirinya. Aliran ini mengajarkan bahwa kebahagiaan manusia merupakan tujuan utama.
c.       Aliran skiptis (ragu-ragu) yang meliputi “aliran phyro” dan “aliran akademi baru”. Aliran ini mengajarkan bahwa untuk sampai pada kebenaran, manusia harus percaya dulu bahwa segala sesuatu itu tidak benar, kecuali sesudah dapat dibuktikan kebenarannya. Ajaran lain ialah, bahwa pengetahuan manusia adalah tidak akan sampai pada kebenaran, atau dengan perkataan lain mengingkari kebenaran mutlak (objektif).
d.      Aliran eliktika-eliktika pertama (aliran seleksi)
C.     KARAKTERISTIK PEMIKIRAN PADA MASA YUNANI KUNO

Zaman Yunani kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena pada masa ini orang memiliki kebebasan mengungkapkan ide-ide atau pendapatnya. Bangsa Yunani juga tidak dapat menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap menerima begitu saja, melainkan menumbuhkan sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis.
Selanjutnya tumbuhlah sikap kritis yang menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli pikir yang terkenal dan sikap kritis inilah yang menjadikan cikal bakal tumbuhnya ilmu pengetahuan modern yaitu sikap an inquiring (suatu sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis).
Pada zaman Yunani Kuno, ciri pemikiran yang menonjol adalah kosmosentris, yang berarti mempertanyakan asal usul alam semesta dan jagad raya sebagai salah satu upaya untuk menemukan asal mula (arche) yang merupakan unsur awal terjadinya gejala-gejala. Secara umum karakteristik filsafat Yunani kuno adalah rasionalisme, yaitu suatu pemahaman tentang sebuah pengetahuan yang lebih mengutamakan akal atau logika.
Orang Yunani awalnya sangat percaya pada dongeng-dongeng, mitos maupun takhayul, tetapi lama kelamaan mereka mampu keluar dari pengaruh mitologi dan mendapatkan dasar pengetahuan ilmiah. Karena manusia selalu berhadapan dengan alam yang begitu luas dan penuh misteri, timbul rasa ingin mengetahui rahasia alam itu, sehingga filosof alam berkembang pertama kali. Periode filsafat Yunani merupakan periode sangat penting karena terjadi perubahan pola fikir manusia dari mitosentris menjadi logosentris. Pola pikir mitosentris yaitu pola pikir masyarakat yang sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam.[16]



BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Kelahiran pemikiran Filsafat Barat diawali pada abad ke-6 sebelum Masehi, yang mana ada beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya filsafat Yunani Kuno, diantaranya sebagai berikut :
a. Bangsa yunani yang kaya akan mitos (dongeng).
b. Karya sastra yunani yang dapt dianggap sebagai pendorong kelahiran filsafat Yunani.
c. Pengaruh ilmu-ilmu pengetahuan yang berasal dari Babylonia (Mesir) di lembah sungai Nil.
Untuk tokoh pemikiran filosof-filosof Yunani Kuno, yaitu Thales, Anaximenes, Socrates, Plato, Aristoteles, dan Helenisme. Pada zaman Yunani Kuno, ciri pemikiran yang menonjol adalah kosmosentris, yang berarti mempertanyakan asal usul alam semesta dan jagad raya sebagai salah satu upaya untuk menemukan asal mula (arche) yang merupakan unsur awal terjadinya gejala-gejala. Secara umum karakteristik filsafat Yunani kuno adalah rasionalisme, yaitu suatu pemahaman tentang sebuah pengetahuan yang lebih mengutamakan akal atau logika.

B.     SARAN
Dalam pembuatan makalah ini, tentunya masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, maka dari itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran guna memperbaiki penyusunan makalah selanjutnya.



DAFTAR PUSTAKA

Burhanudin, Afid, “Sejarah Perkembangan Ilmu Pada Masa Yunani Kuno”, dalam
pada-masa-yunani-kuno, diakses pada hari Rabu, 23 Maret 2016.

Najib, Khotim Hanifudin, “Sejarah Filsafat Yunani Kuno”, dalam
diakses pada hari Selasa, 22 Maret 2016.

Poedjawijatna, 1991, “Tahu dan Pengatahuan”, Jakarta : Rineka Cipta.

Sastrapratedja, dkk, 1975 , “Sejarah Filsafat Yunani”, Yogyakarta : Penerbit Yayasan
Kanisius.



[1] Sastrapratedja, dkk, Sejarah Filsafat Yunani, (Yogyakarta : Penerbit Yayasan Kanisius, 1975), hlm.13-14.
[2]Khotim Hanifudin Najib, “Sejarah Filsafat Yunani Kuno”, dalam http://khotimhanifudinnajib.blogspot.co.id/2011/07/sejarah-filsafat-yunani-kuno.html, diakses pada hari Selasa, 22 Maret 2016.
[3] Poedjawijatna, Tahu dan Pengatahuan, ( Jakarta : Rineka Cipta, 1991), hlm.76.
[4] Sastrapratedja, dkk, Sejarah Filsafat Yunani..., hlm.27.
[5] Ibid., hlm.28.
[6] Sastrapratedja, dkk, Sejarah Filsafat Yunani..., hlm.31-32.
[7] Sastrapratedja, dkk, Sejarah Filsafat Yunani..., hlm.86.
[8] Ibid.., hlm.83.
[9] Sastrapratedja, dkk, Sejarah Filsafat Yunani..., hlm.104-105.
[10]  Ibid., hlm.108.
[11] Ibid., hlm.126.
[12]  Sastrapratedja, dkk, Sejarah Filsafat Yunani..., hlm.136.
[13] Ibid., hlm.146.
[14]  Ibid., hlm.150.
[15] Sastrapratedja, dkk, Sejarah Filsafat Yunani..., hlm.52.
[16] Afid Burhanudin, “Sejarah Perkembangan Ilmu Pada Masa Yunani Kuno”, dalam https://afidburhanuddin.wordpress.com/2014/05/07/sejarah-perkembangan-ilmu-pada-masa-yunani-kuno, diakses pada hari Rabu, 23 Maret 2016.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Smt 5 Ushul fiqih Hakim hukum mahkum Fih Mahkum 'alaih

    HAKIM, HUKUM, MAHKUM FIIH, MAHKUM ‘ALAIH Makalah I ni D isusun G una M emenuhi T ugas K elompok Mata Kuliah :   Ushul Fiqih Dosen Pengampu :   Yusuf Effendi , M.Pd. Disusun Oleh: 1.      Kun Amiina                        (15120026) 2.      M. Lutfil Makin                  (15120036) Semester 5 B PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA PURWOREJO 2017 BAB I PENDAHULUAN A.     LATAR BELAKANG Di dalam agama Islam, dalam menjalankan kehidupan sehari-hari ini kita tidak pernah terlepas dari hukum-hukum syar’i. Hukum yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan seo...

Smt 1 Psikologi Umum gejala Campuran

GEJALA CAMPURAN (PERHATIAN, KELELAHAN, SUGESTI DAN KELUPAAN) Paper Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah : Psikologi Umum Dosen Pengampu : Akhid Lutfian, S.Pd, M.Pd Disusun Oleh (Kelompok 15) : Akmal Maulana Subchi Kun Amiina Pariyati Semester 1B PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA PURWOREJO 2015 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Berbicara tentang jiwa, terlebih dahulu kita harus dapat membedakan antara nyawa dan jiwa. Dimana nyawa adalah daya jasmanilah yang adanya tergantung pada hidup jasmani yaitu perbuatan yang ditimbulkan oleh proses belajar, misalnya insting, refleks dan nafsu. Sedangkan jiwa adalah daya hidup rohaniah yang menjadi penggerak dan penyalur bagi sekalian perbuatan pribadi. Pada umumnya manusia tak mungkin lepas dari kondisi lingkungan. Tanpa disadari kondisi lingkungan tersebut dapat mengakibatkan pergeseran atau terjadinya kejiwaan dan apabila manusi...

Smt 1 Al-Qur'an Jadal

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Hakikat-hakikat yang sudah ada jelas nampak   dan   nyata   telah   dapat   disentuh   manusia,   dibeberkan   oleh   bukti-bukti   alam   dan   tidak   mememrlukan   lagi   argument lain untuk menetapkan   dalil   atas   kebenarannya. Namun   demikian, kesombongan   seringkali   mendorong   seseorang   untuk membangkitkan   keraguaan dan mengacu hakikat   tersebut   dengan   keracunan yang   dibungkus   dengan baju   kebenaran   serta   dihiasi   dengan cermin   akal.   Usaha   demikiaan   perlu    dihadapi dengan    hujjah agar   hakikat-hakikat   tersebut   mendapatkan   pengakuan   yang    semestinya,   dipercayai   atau malah   diingkari. Al-Qur an,    seru...