SEJARAH PERKEMBANGAN DAN KARAKTERISTIK
FILSAFAT YUNANI KUNO
Makalah ini disusun
guna memenuhi tugas kelompok
Mata Kuliah : Filsafat Umum
Dosen Pengampu :
Mahmud Nasir, S.Fil.I, M.Hum

Disusun Oleh:
1. Holidin
2. Istinganah
3. Kun
Amiina
4. Lamik
Kholisoh
Semester
2B
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA
PURWOREJO
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Suatu pandangan dunia dan umumnya suatu pandangan teoritis tidak pernah
melayang-layang diudara. Setiap pemikiran teoritis mempunyai hubungan erat
dengan lingkungan di mana pemikiran itu di jalankan. Itu benar juga bagi
permulaan pemikiran teoritis, yaitu lahirnya filsafat di Yunani dalam abad ke-6
sebalum Masehi.
Supaya tidak terjadi kesalahfahaman, maka perlu diketahui bahwa, bagi orang
Yunani, filsafat tidak merupakan suatu ilmu pengetahuan disamping ilmu-ilmu
pengetahuan yang lain, melainkan meliputi segala pengetahuan ilmuah. Kiranya
sudah jelas bahwa lahirnya filsafat di Yunani tidak dapat hanya dimengerti
melalui kebudayaan-kebudayaan yang ada di Yunani saja, melainkan perlu
mengetahui sebab munculnya. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami paparkan
mengenai latar belakang munculnya filsafat Yunani Kuno, filsuf-filfuf
(tokoh-tokohnya) pada masa itu dan karakteristik yang ada di dalam filsafat
Yunani Kuno.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimana
latar belakang atau sebab munculnya Filsafat Yunani Kuno?
2.
Bagaimana
pemikiran filosof-filosof Yunani Kuno?
3.
Bagaimana
karakteristik Filsafat Yunani Kuno?
BAB II
PEMBAHASAN
A. LATAR BELAKANG MUNCULNYA FILSAFAT YUNANI KUNO
Nama “filsafat” dan
“filsuf” berasal dari kata-kata Yunani philosophia dan philosophos. Menurut
bentuk kata, seorang philosophos adalah seorang pecinta kebijaksanaan.
Ada tradisi kuno yang mengatakan bahwa nama filsuf (philosophos) untuk
pertama kalinya dalam sejarah dipergunakan oleh Phytagoras (abad ke-6 s.M).
Buat tanggapan Yunani,
seorang yang mempunyai kebijaksanaan sebagai milik definitif, sudah melampaui
kemampuan insani. Orang sedemikian telah melangkahi batas-batas yang ditentukan
untuk nasibnya sebagai manusia. memiliki kebijaksanaan berarti mencapai suatu
status adimanusiawi. Itu sama saja dengan hybris, rasa sombong yang
selalu ditakuti dan dihindari orang Yunani. Manusia harus menghormati
batas-batas yang berlaku bagi status insaninya. Karena dia manusia bukan Allah,
ia harus puas dengan mengasihi kebijaksanaan. Tetapi tugas itu tidak akan pernah
selesai dan tidak menjadi miliknya secara komplit dan definitif. Karena
alasan-alasan itu orang Yunani memilih nama “filsafat” dan “filsuf”.[1]
Terdapat tiga faktor yang menjadikan
filsafat Yunani ini lahir, yaitu:
1.
Bangsa yunani yang kaya akan mitos
(dongeng), dimana mitos dianggap sebagai awal dari upaya orang untuk mengetahui
atau mengerti. Mitos-mitos tersebut kemudian disusun secara sistematis yang
untuk sementara kelihatan rasional sehingga muncul mitos selektif dan rasional,
seperti syair karya Homerus, Orpheus dan lain-lain.
2.
Karya sastra yunani yang dapat
dianggap sebagai pendorong kelahiran filsafat Yunani, karya Homerous mempunyai
kedudukan yang sangat penting untuk pedoman hidup orang-orang yunani yang
didalamnya mengandung nilai-nilai edukatif.
3.
Pengaruh
ilmu-ilmu pengetahuan yang berasal dari Babylonia (Mesir) di lembah sungai Nil,
kemudian berkat kemampuan dan kecakapannya ilmu-ilmu tersebut dikembangkan
sehingga mereka mempelajarinya tidak didasrkan pada aspek praktis saja, tetapi
juga aspek teoritis kreatif.
Dengan
adanya ketiga faktor tersebut, kedudukan mitos digeser oleh logos (akal),
sehingga setelah pergeseran tersebut filsafat lahir. Periode Yunani kuno ini
lazim disebut periode filsafat alam. Dikatakan demikian, karena pada periode
ini ditandai dengan munculnya para ahli pikir alam, dimana arah dan perhatian
pemikirannya kepada apa yang diamati sekitarnya. Mereka membuat
pertanyaan-pertanyaan tentang gejala alam yang bersifat filsafati (berdasarkan
akal pikir) dan tidak berdasarkan pada mitos. Mereka mencari asas yang pertama
dari alam semesta (arche) yang sifatnya mutlak, yang berada di belakang segala
sesuatu yang serba berubah.[2]
Dibanding dengan sekarang, pengatahuan mereka tentang alam tidak seberapa,
tetapi mereka itu sebagai filsuf sudah mencari keterangan sedalam-dalamnya bagi
alam dengan menanyakan apakah inti alam itu.[3]
B.
PEMIKIRAN FILOSOF-FILOSOF YUNANI
KUNO
1.
Thales
Thales lahir di Miletus
pada tahun 625-546 SM. Ia diberi gelar sebagai Bapak Filsafat, karena Ia adalah
orang yang pertama berfilsafat. Gelar itu diberikan kepada Thales, karena ia
mengajukan pertanyaan tentang “Apa sebenarnya bahan alam semesta ini?” Padahal
pertanyaan ini amatlah mendasar, dari pertanyaan ini saja ia dapat mengangkat
namanya menjadi filosof pertama. Thales sebagai salah satu dari tujuh orang
yang bijaksana (Seven Wise Men of Greece). Salah satu jasanya yang besar adalah
meramal gerhana matahari pada 28 Mei tahun 585 SM.[4]
Aristoteles mengatakan
bahwa Thales termasuk filsuf yang mencari arkhe (asal atau prinsip) alam
semesta, malah ia merupakan yang pertama diantara mereka. Prinsip ini adalah
air. Semuanya berasal dari air dan semuanya kembali lagi menjadi air.[5]
Sebagai ilmuwan pada masa itu ia mempelajari magnetisme dan listrik yang
merupakan pokok soal fisika. Juga mengembangkan astronomi dan matematika dengan
mengemukakan pendapat, bahwa bulan bersinar karena memantulkan cahaya matahari.
Selain itu, Ia mengatakan
bahwa asal alam adalah air karena unsur terpenting bagi setiap makhluk hidup
adalah air. Air dapat berubah menjadi gas seperti uap dan benda padat seperti
es, dan bumi ini juga berada di atas air. Thales juga berpendapat tentang jiwa
bahwa segala sesuatu di jagat raya memiliki jiwa. Jiwa tidak hanya terdapat di
dalam benda hidup tetapi juga benda mati. Teori tentang materi yang berjiwa ini
disebut hylezoisme. Argumentasi Thales didasarkan pada magnet yang dikatakan
memiliki jiwa karena mampu menggerakkan besi
2.
Anaximenes (585 – 494 SM)
Tentang
tanggal lahirnya kita hanya mengetahui bahwa ia lebih muda dari Anaximandros. Menurut
Anaximenes prinsip asal usul segala sesuatu adalah udara, kemudian ada
pemadatan dan pengenceran. Udara yang memadat menjadikan angin, air, tanah dan
batu. Udara yang mengencer menjadi api. Bumi (yang berupa meja bundar) melaynag
diudara. Demikianpun matahari, bulan dan bintang-bintang, “laksana sehelai
daun”. Badan-badan jagad raya itu tidak terbenam dibawah bumi, tetapi mengelilingi
bumi yang datar itu. Matahari lenyap pada waktu malam, karena tertutup di
belakang bagian-bagian tinggi.[6]
3.
Socrates
Socrates (470 SM
-399 SM) adalah filsuf dari Athena. Dalam sejarah umat manusia, Socrates
merupakan contoh istemewa selaku filsuf yang jujur dan berani. Socrates
menciptakan metode ilmu kebidanan yang dikenal dengan ‘’Maicutika Telenhe‘’,
yaitu suatu metode dialektiva untuk melahirkan kebenaran. Menurut Plato
dan Aristoteles, ia adalah orang pertama yang memperkenalkan cara berpikir
induktif dan membuat definisi universal.
Dalam logikanya Aristoteles mempergunakan istilah “induksi” atau
mengacu keproses pemikiran dimana budi manusia, dengan bertolak dari
pengetahuan tentang hal-hal khusus, menyimpulkan pengetahuan yang umum. Misalnya,
Socrates mau menyelidiki apakah yang dimaksud orang dengan kata arete (keutamaan).
Nah, ada banyak orang yang mempunyai keahlian tertentu yang dianggap sebagai arete
mereka. Dari sebab itu Socrates bertanya kepada tukang-tukang besi,
tukang-tukang sepatu, dan tukang tenun apakah keutamaan itu menurut pendapat
mereka. Dari jawaban-jawaban yang diberikan, Socrates mengupayakan rumusan yang
melukiskan sifat umum dari konsep “ keutamaan”, dengan menyisihkan sifat-sifat
khusus yang berlaku hanya bagi seorang tertentu saja.[7]
Cara berpikir ini
kemudian dikenal sebagai metode Sokrates. Ia juga orang pertama di dunia yang
mengemukakan bahwa di dalam diri manusia terdapat jiwa/ rohani. Ia menyadari
bahwa jiwa jauh lebih penting daripada tubuh fisik dan jiwa tidak akan mati.
Karena penemuannya inilah, banyak orang menganggapnya sebagai Bapak Psikologi
Rasional.
Ia juga menemukan bahwa
Tuhan hanya satu dan memiliki kekuasaan terhadap segala sesuatu. Ia menemukan
hal ini melalui pemikirannya sendiri, bukan dari Al-Qur’an dan Injil. Menurut
kesaksian Plato, Socrates berkeyakinan bahwa Allah menyatakan diri kepada
orang-orang yang saleh dengan mimpi, orakel, pertanda dan sebagainya. [8]
4.
Plato
Plato lahir pada tahun
428/7 dalam suatu keluaraga yang terkemuka di Athena. Ia adalah murid Socrates
dan guru dari Aristoteles. Plato mendirikan sekolah yang diberi nama
“Akademia”, sebagai pusat penyelidikan ilmiah. Empat puluh tahun lamanya Plato
mengepalai sekolah itu sampai kematiannya pada tahun 348/7.
Selain seorang filsuf
yang original sekali, Plato juga sorang sastrawan yang nilainya unggul dalam
kasusastraan dunia dan selalu sukar untuk menentukan mengapa seniman memilih
bentuk ini dan bukan bentuk lain dan semua karyanya merupakan dialog-dialog,
kecuali surat-surat dan apologia. Ciri khas dari karangannya
sering ditemui mite-mite. Plato berpendapat bahwa mite tidak bertentangan
mutlak dengan rasio.
Ajaran tentang
idea-idea merupakan inti dan dasar seluruh filsafat Plato. Dalam bahasa modern
kata “ide/idea” berarti suatu gagasan atau tanggapan yang hanya terdapat dalam
pemikiran saja. Bagi dia, idea merupakan suatu yang obyektif dan tidak
tergantung pada pemikiran, tapi sebaliknya pemikiran yang tergantung pada idea.[9]
Sehingga ilmu pasti adalah cara mengetahui asal-usul ajaran Plato tentang idea,
dan ilmu pasti diutamakan dalam Akademia yang tentu dipengaruhi kaum
Phytagorean. Yang pasti ialah bahwa Plato menerima idea-idea etis dan
matematis.[10]
Keterikatan Plato pada kesempurnaan
idea dan kepastian matematik menjadikannya lebih memusatkan penelitian kepada
cara berpikir (aspek metodis) dari pada apa yang dapat ditangkap oleh indera.
Oleh karena itu, Plato dapat dikatakan seorang eksponen rasionalisme manakala
ia hendak menerangkan sesuatu, namun ia juga seorang eksponen idealisme
manakala menerangkan bidang nilai (aksiologis).
5.
Aristoteles
Aristoteles lahir pada tahun 384 s.M. di Stageria,
suatu kota Yunani utara. Pada usia 17 atau 18 tahun Aristoteles di kirim ke
Athena untuk belajar di Akademia Plato. Ia tinggal disana sampai meninggal pada
tahun 348/7; jafi kira-kira 20 tahun lamanya. Saat Alexander berkuasa di tahun 340 SM, ia kembali ke Athena. Dengan
dukungan dan bantuan dari Alexander, ia kemudian mendirikan akademinya sendiri
yang diberi nama Lykeion (latinnya :Lyceum) karena tempatnya dekat halaman yang dipersembahkan kepada dewa Apollo
Lykeios. [11]
Ajaran-ajaran Aristoteles yaitu :
a.
Logika
Nama “logika” tidak terdapat pada Aristoteles sendiri. Alexander
Aphrodisias adalah orang pertama yang menggunakan kata logika dalam arti yang
sekarang dimaksudkan dengannya (ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran
kita). Aristoteles memakai istilah “analitika” untuk penyelidikan
argumentasi-argumentasi yang bertitik tolak dari putusan-putusan ynag benar dan
ia memakai istilah “dialektika” untuk penyelidikan yang bertitik tolak dari
hipotesa atau putusan yang tidak pasti kebenarannya. Dua istilah itu sekarang
dinamakan logika.[12]
Logika Aristoteles
didasarkan atas syllogisme (susunan pikir) yang terdiri atas tiga pernyataan
yaitu:
1)
Premis mayor yaitu pernyataan pertama yang
mengemukakan hal umum yang telah diakui kebenarannya.
2)
Premis minor yaitu pernyataan kedua yang bersifat
khusus dan lebih kecil lingkupnya daripada premis mayor.
3)
Konklusi yaitu kesimpulan yang ditarik berdasarkan
kedua premis tersebut yaitu premis mayor dan minor.
b.
Psikologi, Fisika dan Metafisika
Psikologi masuk dalam fisika, karena obyek penyelidikannya hal-hal fisis
atau alamiah. Tetapi ada bedanya, psikologi hanya menyelidiki segolongan
makhluk-makhluk fisis, yaitu makhluk-makhluk yang mempunyai psyke (jiwa).
Segala sesuatu yang hidup mempunyai jiwa.[13]
Dalam fisikanya Aristoteles mempelajari gerak spontan benda-benda jasmani.
Istilah metafisika, agaknya dipilih untuk menunjukkan bahwa bahannya harus
dipelajari sesudah traktat mengenai fisika, karena metafisika membahas
aspek-aspek yang paling fundamental dari kenyataan, sedangkan fisika
membicarakan aspek-aspek yang lebih gampang didekati.[14]
6.
Helenisme
Helenisme diambil dari
bahasa Yunani kuno Hellenizein yang berarti “berbicara atau berkelakuan seperti
orang Yunani”. Helenisme secara umum yaitu istilah yang menunjukkan kebudayaan
yang merupakan antara budaya Yunani dan budaya Asia kecil , Syiria, Metopotamia
dan Mesir yang lebih tua. Helenisme ditandai dengan fakta bahwa perbatasan
antara berbagai negara dan kebudayaan menjadi hilang. Yang termasuk didalam
Yunani Kuno adalah pada masa pertama yang dimulai dari empat abad sebelum
masehi. Aliran-aliran yang terdapat didalamnya ialah:
a.
Aliran Stoa, Zeno sebagai pendirinya. Ia mengajarkan
agar manusia jangan sampai bisa digerakkan oleh kegembiraan atau kesedihan
(jadi tahan diri dalam menghadapinya) dan menyerahkan diri tanpa syarat kepada
suatu keharusan yang tidak bisa ditolak dan yang menguasai segala sesuatu.
Aristoteles mengatakan bahwa Zeno menemukan dialektika. Zeno membuktikan bahwa
adanya ruang kosong, pluralitas, dan gerak sama-sama mustahil.[15]
b.
Aliran epicure, dengan Epicure sebagai pendirinya.
Aliran ini mengajarkan bahwa kebahagiaan manusia merupakan tujuan utama.
c.
Aliran skiptis (ragu-ragu) yang meliputi “aliran
phyro” dan “aliran akademi baru”. Aliran ini mengajarkan bahwa untuk sampai
pada kebenaran, manusia harus percaya dulu bahwa segala sesuatu itu tidak
benar, kecuali sesudah dapat dibuktikan kebenarannya. Ajaran lain ialah, bahwa
pengetahuan manusia adalah tidak akan sampai pada kebenaran, atau dengan
perkataan lain mengingkari kebenaran mutlak (objektif).
d.
Aliran eliktika-eliktika pertama (aliran seleksi)
C. KARAKTERISTIK PEMIKIRAN PADA MASA YUNANI KUNO
Zaman Yunani kuno
dipandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena pada masa ini orang memiliki
kebebasan mengungkapkan ide-ide atau pendapatnya. Bangsa Yunani juga tidak
dapat menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap menerima begitu saja,
melainkan menumbuhkan sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis.
Selanjutnya tumbuhlah
sikap kritis yang menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli pikir yang
terkenal dan sikap kritis inilah yang menjadikan cikal bakal tumbuhnya ilmu
pengetahuan modern yaitu sikap an inquiring (suatu sikap yang senang
menyelidiki sesuatu secara kritis).
Pada zaman Yunani Kuno,
ciri pemikiran yang menonjol adalah kosmosentris, yang berarti mempertanyakan
asal usul alam semesta dan jagad raya sebagai salah satu upaya untuk menemukan
asal mula (arche) yang merupakan unsur awal terjadinya gejala-gejala. Secara
umum karakteristik filsafat Yunani kuno adalah rasionalisme, yaitu suatu
pemahaman tentang sebuah pengetahuan yang lebih mengutamakan akal atau logika.
Orang Yunani awalnya
sangat percaya pada dongeng-dongeng, mitos maupun takhayul, tetapi lama
kelamaan mereka mampu keluar dari pengaruh mitologi dan mendapatkan dasar
pengetahuan ilmiah. Karena manusia selalu berhadapan dengan alam yang begitu
luas dan penuh misteri, timbul rasa ingin mengetahui rahasia alam itu, sehingga
filosof alam berkembang pertama kali. Periode filsafat Yunani
merupakan periode sangat penting karena terjadi perubahan pola fikir manusia
dari mitosentris menjadi logosentris. Pola pikir mitosentris yaitu pola pikir
masyarakat yang sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam.[16]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Kelahiran pemikiran Filsafat
Barat diawali pada abad ke-6 sebelum Masehi, yang mana ada beberapa faktor yang
mempengaruhi timbulnya filsafat Yunani Kuno, diantaranya sebagai berikut :
a. Bangsa yunani yang kaya akan mitos (dongeng).
b. Karya sastra yunani yang dapt
dianggap sebagai pendorong kelahiran filsafat Yunani.
c. Pengaruh ilmu-ilmu pengetahuan
yang berasal
dari Babylonia (Mesir) di lembah sungai Nil.
Untuk tokoh
pemikiran filosof-filosof Yunani Kuno, yaitu Thales, Anaximenes, Socrates,
Plato, Aristoteles, dan Helenisme. Pada zaman Yunani Kuno, ciri pemikiran yang menonjol
adalah kosmosentris, yang berarti mempertanyakan asal usul alam semesta dan
jagad raya sebagai salah satu upaya untuk menemukan asal mula (arche) yang
merupakan unsur awal terjadinya gejala-gejala. Secara umum karakteristik
filsafat Yunani kuno adalah rasionalisme, yaitu suatu pemahaman tentang sebuah
pengetahuan yang lebih mengutamakan akal atau logika.
B.
SARAN
Dalam pembuatan makalah ini, tentunya masih terdapat banyak kekurangan dan
kesalahan, maka dari itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran guna
memperbaiki penyusunan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Burhanudin, Afid, “Sejarah Perkembangan Ilmu
Pada Masa Yunani Kuno”, dalam
pada-masa-yunani-kuno, diakses pada hari Rabu, 23 Maret 2016.
Najib, Khotim Hanifudin, “Sejarah Filsafat
Yunani Kuno”, dalam
diakses pada hari Selasa, 22 Maret 2016.
Poedjawijatna, 1991, “Tahu dan Pengatahuan”,
Jakarta : Rineka Cipta.
Sastrapratedja, dkk, 1975 , “Sejarah Filsafat
Yunani”, Yogyakarta : Penerbit Yayasan
Kanisius.
[1]
Sastrapratedja, dkk, Sejarah Filsafat Yunani,
(Yogyakarta : Penerbit Yayasan Kanisius, 1975), hlm.13-14.
[2]Khotim Hanifudin Najib, “Sejarah Filsafat
Yunani Kuno”, dalam http://khotimhanifudinnajib.blogspot.co.id/2011/07/sejarah-filsafat-yunani-kuno.html, diakses pada hari Selasa, 22 Maret 2016.
[7]
Sastrapratedja, dkk, Sejarah Filsafat Yunani..., hlm.86.
[8] Ibid.., hlm.83.
[9]
Sastrapratedja, dkk, Sejarah Filsafat Yunani...,
hlm.104-105.
[10]
Ibid., hlm.108.
[11] Ibid., hlm.126.
[13] Ibid., hlm.146.
[15]
Sastrapratedja, dkk, Sejarah Filsafat Yunani...,
hlm.52.
[16] Afid Burhanudin, “Sejarah Perkembangan Ilmu Pada Masa Yunani Kuno”, dalam https://afidburhanuddin.wordpress.com/2014/05/07/sejarah-perkembangan-ilmu-pada-masa-yunani-kuno, diakses pada hari Rabu, 23 Maret 2016.
Komentar
Posting Komentar