SEJARAH
PERKEMBANGAN DAN KARAKTERISTIK FILSAFAT ABAD PERTENGAHAN
Makalah ini disusun
guna memenuhi tugas kelompok
Mata Kuliah: Filsafat
Umum
Dosen Pengampu: Mahmud
Nasir, S.Fil, M.Hum

Disusun Oleh :
1.
Mufrida Listiyana
2.
Muhamad Farhan Anis
3.
Nani Nur Setiawanti
4.
Zainal Abidin
Semester: 2 B
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN
TARBIYAH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA
PURWOREJO
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Tujuan studi filsafat adalah untuk
mengantarkan seseorang ke dalam dunia filsafat, sehingga minimal dia dapat
mengetahui apakah itu filsafat, maksud dan tujuannya. Selain itu, tujuan khusus
mempelajari filsafat adalah untuk menjadikan manusia berilmu. Dalam hal ini,
ahli filsafat dipandang sebagai orang yang ahli dalam bidang ilmu pengetahuan
(ilmuwan), yang selalu mencari kenyataan kebenaran dari semua problem pokok
keilmuan.
Filsafat sendiri dalam periodesasinya
dapat dibagi atas beberapa kurun waktu. Membatasi alam pikiran dengan waktu
tidaklah mudah. Ada yang membagi-bagi sejarah filsafat atas filsafat kuno,
filsafat abad pertengahan dan filsafat moderen. Yang dimaksud filsafat kuno
adalah filsafat Yunani.
Dan dibawah ini akan di bahas mengenai
periodesasi filsafat abad pertengahan.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimanakah latar
belakang sejarah perkembanagan filsafat periode pertengahan?
2.
Bagaimanakah gerakan
patristik dan skolastik?
3.
Bagaimanakah masa
keemasan filsafat islam (golden age of islam) dan kemunduran filsafat
islam?
4.
Bagaimanakah
karakteristik filsafat abad pertengahan?
C. Tujuan
Penulisan
1. Mengetahui
latar belakang filsafat abad pertengahan.
2. Mengetahui
gerakan patristik dan skolastik.
3. Mengetahui
masa keemasan filsafat islam (golden age of islam) dan kemundurannya.
4. Mengetahui
karakteristik filsafat abad pertengahan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Latar
Belakang Sejarah Perkembangan Filsafat Periode Pertengahan
Secara harfiah nama filsafat berasal
dari bahasa Yunani filosofia, kata berangkai dari kata filein yang berarti cinta dan sofia
yang berarti kebijaksanaan. Jadi menurut namanya saja filosofia atau filsafat
berarti cinta kepada kebijaksanaan. Sedangkan secara istilah filsafat dapat
berarti ilmu yang mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu yang
ada dan mungkin ada.[1]
Mengenai filsafat abad pertengahan masa
ini diawali dengan lahirnya filsafat Eropa. Sebagaimana halnya dengan filsafat
Yunani yang dipengaruhi oleh kepercayaan, maka filsafat atau pemikiran pada
abad pertengahan pun dipengaruhi oleh kepercayaan Kristen. Artinya, pemikiran
filsafat abad pertengahan didominasi oleh agama. Pemecahan persoalan selalu
didasarkan atas dogma agama, sehingga corak kefilsafatannya bersifat
teosentris.[2]
Filsafat Yunani mengalami kemegahan dan
kejayaan dengan hasil yang sangat gemilang, yaitu melahirkan peradaban Yunani.
Menurut pandangan sejarah filsafat, dikemukakan bahwa peradaban Yunani
merupakan titik tolak peradaban manusia di dunia.
Giliran selanjutnya adalah warisan
peradaban Yunani jatuh ke tangan kekuasaan Romawi. Kekuasaan Romawi
memperlihatkan kebesaran dan kekuasaannya hingga dataran Eropa (Britania),
tidak ketinggalan pula pemikiran filsafat Yunani juga ikut terbawa. Hal ini
berkat peran Caesar Agustus yang mencipta masa keemasan kesusastraan Latin,
kesenian, dan arsitektur Romawi.
Setelah filsafat Yunani sampai ke datara
Eropa, disana mendapatkan lahan baru untuk pertumbuhannya. Karena bersamaan
dengan agama Kristen, filsafat Yunani berintegrasi dengan agama Kristen,
sehingga membentuk suatu formulasi baru. Maka, muncullah filsafat Eropa yang
sesungguhnya sebagai penjelmaan filsafat Yunani setelah berintegrasi dengan
agama Kristen.
Di dalam masa pertumbuhan dan
perkembagan filsafat Eropa (kira-kira selama 5 abad) belum memunculkan ahli
pikir (filosof), akan tetapi setelah abad ke-6 Masehi, barulah muncul para ahli
pikir yang mengadakan penyelidikan filsafat. Jadi, filsafat Eropa lah yang
mengawali kelahiran filsafat abad pertengahan.
Selain itu pada tahun 529
sekolah-sekolah filsafat di Athena yang resmi mengajarkan aliran Yunani kuno
ditutup oleh kaisar Justinianus. Sejak itu harus dikatakan bahwa dengan resmi
ditutuplah sumber Yunani yang mengalirkan filsafat. Sebelum penutupan resmi ini
sebenarnya sudah tidak ada filusuf yang kenamaan. Jadi baik resmi maupun tidak
resmi boleh dikatakan sudah habislah zaman filsafat Yunani.
Jika sekiranya nanti ada filusuf yang
muncul, patutlah disebut filsafat baru atau setidak-tidaknya adalah zaman baru
bagi filsafat. Maka dari itu tahun 529 dipandang sebagai akhir filsafat kuno
dan filsafat (di Eropa) dan disebut filsafat abad pertengahan.[3]
Adapun
istilah abad pertengahan sendiri (yang baru muncul pada abad ke-17)
sesungguhnya hanya berfungsi membantu kita untuk memahami zaman ini sebagai
zaman peralihan (masa transisi) atau zaman tengah antara dua zaman penting
sesudah dan sebelumnya, yakni zaman kuno (Yunani dan Romawi) dan zaman modern
yang diawali dengan masa Renaissans pada abad ke-17.[4]
B.
Gerakan
Patristik dan Skolastik
Sejarah
filsafat abad pertengahan dibagi menjadi dua masa atau periode, yakni periode pratistik
dan periode skolastik. Masa skolastik terbagi menjadi: skolastik awal,
skolastik puncak, dan skolastik akhir.
1.
Patristik
Istialah
kata patristik berasal dari kata Latin pater
atau bapak, yang artinya para pemimpin gereja. Para pemimpin gereja ini dipilih
dari golongan atas atau golongan ahli pikir. Dari golongan ahli pikir inilah
menimbulkan sikap yang beragam pemikirannya. Mereka ada yang menolak filsafat
Yunani dan ada yang menerimanya.
Bagi
mereka yang menolak, alasannya karena beranggapan bahwa sudah mempunyai sumber
kebenaran yaitu firman Tuhan, dan tidak dibenarkan apabila mencari sumber
kebenaran yang lain seperti dari filsafat Yunani. Bagai mereka yang menerima
sebagai alasannya beranggapan bahwa walaupun telah ada sumber kebenaran yaitu
fiman Tuhan, tetapi tidak ada jeleknya menggunaka filsafat Yunani hanya sebagai
metodosnya saja (tata cara berpikir). Juga walaupun filsafat Yunani sebagai
kebenaran manusia, tetapi manusia juga sebagai ciptaan Tuhan. Jadi,
memakai/menerima filsafat Yunani diperbolehkan selain dalam hal-hal tertentu
tidak bertentangan dengan agama.
Perbedaan
pendapat itu berkelanjutan, sehingga orang-orang yang menerima filsafat Yunani
menuduh bahwa mereka (orang-orang Kristen yang menolak filsafat Yunani) itu
munafik. Kemudian orang-orang yang dituduh munafik itu menyangkal, bahwa
tuduhan tersebut dianggap fitnah. Dan pembelaan dari orang-orang yang menerima
filsafat Yunani mengatkan bahwa dirinyalah yang benar-benar hidup sejalan degan
Tuhan.
Akibatnya,
muncul upaya untuk membela agama Kristen, yaitu apologis (pembela iman Kristen)
dengan kesadarannya membela iman Kristen dari serangan filsafat Yunani. Para
pembela iman Kristen tersebut adalah Justinus Martir, Irenaeus, Klemens,
Origenes, Gregorius Nissa, Tertullianus, Diosios Arepagos, Au-relius Agustinus.[5]
2. Skolastik
Istilah skolastik adalah kata sifat yang berasal dari kata school, yang berarti sekolah. Jadi
skolastik berarti aliran atau yang berkaitan dengan sekolah. Perkataan
skolastik merupakan corak khas dari filsafat abad pertengahan.
Filsafat
skolastik ini dapat berkembang dan tumbuh karena beberapa faktor berikut:
a. Faktor
religius
Yang dimaksud dengan faktor religius
adalah karena keadaan lingkungan yang pada saat itu berkehidupan religius.
b. Faktor
ilmu pengetahuan
Pada saat itu telah banyak didirikan lembaga
pengajaran yang diupayakan oleh biara-biara, gereja, ataupun dari keluarga
istana. Kepustakaannya diambilkan dari penulis Latin, Arab (Islam), dan Yunani.
Masa skolastik terbagi menjadi tiga
periode yakni skolastik awal yang berlangsung dari tahun 800-1200, skolastik
puncak berlangsung dari tahun 1200-1300, dan skolastik akhir dari tahun
1300-1450.[6]
a. Skolastik
awal
Sejak abad ke-5 hingga ke-8 Masehi,
pemikiran filsafat patristik mulai merosot, terlebih lagi pada abad ke-6 dan 7
dikatakan abad kacau. Hal ini disebabkan pada saat itu terjadi serangan
terhadap Romawi sehingga kerajaan Romawi beserta peradabannya ikut runtuh yang
telah dibangun selama berabad-abad.
Baru pada abad ke-8 Masehi, kekuasaan
berada di bawah Karel Agung (742-814) dapat memberikan suasana ketenangan dalam
bidang politik, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan, termasuk kehidupan manusia
serta pemikiran filsafat yang semuanya menampakkan adanya kebangkitan. Kebangkitan
inilah yang merupakan kecemerlangan abad pertengahan, dimana arah pemikirannya
berbeda sekali dengan sebelumnya.
Saat ini merupakan zaman baru bagi
Eropa. Hal ini ditandai dengan skolastik yang didalamnya banyak diupayakan
pengembangan ilmu pengetahuan di sekolah-sekolah. Pada mulanya skolastik ini
timbul pertama kalinya di biara Italia Selatan dan akhirnya sampai berpengaruh
ke Jerman dan Belanda.
Kurikulum pengajarannya meliputi studi
duniawai atau artes liberales,
meliputi tata bahasa, retorika, dialektika (seni berdiskusi), ilmu hitung, ilmu
ukur, ilmu perbintangan dan musik.
Diantara tokoh-tokohnya adalah Aquinas
(735-805), Johannes Scotes Eriugena
(815-870), Peter Lombard (110-1160), John Salisbury (1115-1180), Peter
Abaelardus (1079-1180).
b. Skolastik
puncak
Masa ini merupakan kejayaan skolastik
yang berlangsung dari tahun 1200-1300 dan masa ini disebut juga masa berbunga.
Masa ini ditandai dengan munculnya
universitas-universitas dan ordo-ordo, yang secara bersama-sama ikut
menyelenggarakan atau memajukan ilmu pengetahuan, di samping juga peranan
universitas sebagai sumber atau pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Berikut ini beberapa faktor mengapa masa
skolastik mencapai masa puncaknya:
1) Adanya
pengaruh Aristoteles, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina sejak abad ke-12 sehingga sampai
abad ke-13 telah tumbuh menjadi ilmu pengetahuan yang luas.
2) Tahun
1200 didirikan Universitas Almamater di Prancis. Universitas ini merupakan
gabungan dari beberaapa sekolah. Almamater ini sebagai awal (embrio) berdirinya
universitas di Paris, Oxford, Mont Pellier, Cambridge dan lain-lainnya.
3) Berdirinya
ordo-ordo. Ordo-ordo inilah yang muncul karena banyaknya perhatian terhadap
ilmu pengetahuan sehingga menimbulkan dorongan yang kuat untuk memberikan
suasana yang semarak pada abad ke-13. Ordo adalah kumpulan orang yang hendak
mencapai kesempurnaan hidup dibawah pimpinan seorang pembesar, mereka
meninggalkan masyarakat dan berkumpul dalam suatu biara.[7]
Hal ini akan berpengaruh terhadap kehidupan kerohanian dimana kebanyakan
tokoh-tokohnya memegang peran di bidang filsafat dan teologi, seerti Albertus
de Grote, Thomas Aquinus, Binaventura, J.D. Scotus, William Ocham.
c. Skolastik
akhir
Masa ini ditandai dengan adanya rasa
jemu terhadap segala macam pemikiran filsafat yang menjadi kiblatnya sehingga
memperlihatkan stagnasi (kemandegan). Diantara tokoh-tokohnya adalah William
Ockham (1285-1349), Nicolas Cusasus (1401-1464).
D.
Masa
Keemasan Filsafat Islam(Golden Age Of Islam) dan Kemunduran Filsafat
Islam
1. Masa keemasan filsafat Islam
Di
kalangan ahli pikir Islam (periode filsafat skolastik) muncul: AL-Kindi,
Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Gazali, Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, Ibnu Rusyd. Periode
skolastik Islam ini berlangsung tahun 850-1200. Pada masa itulah kejayaan Islam
berlangsung dan ilmu pengetahuan berkembang pesat. Suatu prestasi yang paling
besar dalam kegiatan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang filsafat. Disini
mereka merupakan mata rantai yang mentransfer filsafat Yunani, sebagaimana yang
dilakukan oleh sarjana-sarjana Islam di Timur terhadap Eropa dengan menambah
pemikiran pemikiran Islam sendiri.
Para
filosof Islam sendiri sebagian menganggap bahwa filsafat Aristoteles benar.
Mereka mengadakan perpaduan dan singkretisme antara agama dan filsafat.
Kemudian pikiran-pikiran ini masuk ke Eropa yang merupakan sumbangan Islam yang
paling besar, yang besar pengaruhnya terhadap ilmu pengetahuan dan pemikiran
filsafat terutama dalam bidang teologi dan ilmu pengetahuan alam.[8]
2. Masa kemunduran filsafat Islam
Jatuhnya
kerajaan Islam di Granada di Spanyol tahun 1492 merupakan titik awal kemunduran
filsafat Islam dan mulailah kekuasaan politik Barat menjarah ke Timur. Dalam
sejarah Islam, Spanyol disebut Andalusia. Berkat jasa seorang pahlawan Islam
Tariq bin Ziyad yang meluaskan Islam sampai ke Spanyol, tahun 710. Cordoba dan
Toledo ditaklukan. Kemudian dinasti Abdul Rahman berkuasa sampai tiga abad.
Pada masa itu pula berhasil menjadikan Cordoba, Konstantinopel, dan Baghdad
sebagai kota-kota penting yang berpengaruh sampai ke Eropa.
Selanjutnya,
pada tahun 1031 Khalifah Umayah jatuh karena perang salib, bersamaan juga
berturut-turut Toledo, Cordoba, Soweto. Kaum muslimin dikejar-kejar dan
dibunuh, terdapat 3 juta kaum muslimin terbunuh dan buku-buku ilmu pengetahuan
dibakar di Granada.
E.
Karakteristik
Filsafat Abad Pertengahan
Filsafat abad pertengahan (476-1492)
juga dikatakan sebagai “abad gelap”. Pendapat ini didasarkan pada pendekatan
sejarah gereja. Memang pada saat itu tindakan gereja sangat membelenggu
kehidupan manusia sehingga manusia tidak lagi memiliki kebebasan untuk
mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya.
Para ahli pikir pada saat itu pun tidak
memiliki kebebasan berpikir. Apabila terdapat pemikiran-pemikiran yang
bertentangan dengan ajaran gereja, orang yang mengemukakannya akan mendapat
hukuman berat. Pihak gereja melarang diadakannya penyelidikan penyelidikan
berdasarkan rasio terhadap agama. Karena itu, kajian terhadap agama/teologi
yang tidak berdasarkan ketentuan gereja akan mendapatkan larangan yang ketat.
Yang berhak mengadakan penyelidikan terhadapa agama hanyalah pihak gereja.
Walaupun demikian, ada juga yang melanggar laranagan tersebut mereka dianggap
orang murtad dan kemudian diadakan pengejaran (inkuisisi). Pengejaran
terhadap orang-orang murtad ini mencapai puncaknya pada saat Paus Innocentius
III di akhir abad XII, dan yang paling berhasil dalam pengejaran orang-orang
murtad di Spanyol.
Ciri-ciri
pemikiran filsafat abad pertengahan adalah:
1. Bersifat
teosentris.
2. Cara
berfilsafatnya dipimpin oleh gereja.
3. Pemecahan
persoalan selalu didasarkan atas dogma agama.
4. Berfilsafat
dalam lingkungan ajaran Aristoteles.
5. Berfilsafat
dengan pertolongan Agustinus dan lain-lain.
Masa abad pertengahan ini juga dapat
diatakan sebagai suatu masa yang penuh dengan upaya menggiring manusia ke dalam
kehidupan atau sistem kepercayaan yang picik dan fanatik, dengan menerima ajaran
gereja secara mebabi buta. Karena perkembangan ilmu pengetahuan terhambat
karena sifat filsafat abad pertengahan adalah teosentris.
Masa ini penuh dengan dominasi gereja,
yang tujuannya untuk membimbing umat ke arah hidup yang saleh. Namun disisi lain,
dominasi gereja ini tanpa memikirkan martabat dan kebebasan manusia yang
mempunyai perasaan, pikiran, keinginan, dan cita-cita untuk menentukan masa
depannya sendiri.[9]
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Mengenai
filsafat abad pertengahan masa ini diawali dengan lahirnya filsafat Eropa.
Sebagaimna halnya dengan filsafat Yunani yang dipengaruhi oleh kepercayaan,
maka filsafat atau pemikiran pada abad pertengahan pun dipengaruhi oleh
kepercayaan Kristen. Artinya, pemikiran filsafat abad pertengahan didominasi
oleh agama. Pemecahan persoalan selalu didasarkan atas dogma agama, sehingga
corak kefilsafatannya bersifat teosentris.
Sejarah filsafat abad pertengahan dibagi menjadi dua masa
atau periode, yakni periode pratistik dan periode skolastik. Masa skolastik terbagi
menjadi: skolastik awal, skolastik puncak, dan skolastik akhir.
Di kalangan ahli pikir Islam (periode filsafat skolastik)
muncul: AL-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Gazali, Ibnu Bajah, Ibnu Tufail,
Ibnu Rusyd. Periode skolastik Islam ini berlangsung tahun 850-1200. Pada masa
itulah kejayaan islam berlangsung dan ilmu pengetahuan berkembang pesat. Jatuhnya
kerajaan Islam di Granada di Spanyol tahun 1492 merupakan titik awal kemunduran
filsafat Islam dan mulailah kekuasaan politik Barat menjarah ke Timur.
DAFTAR
PUSTAKA
Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2014.
Khotimhanifudinnajib,
“Sejarah Filsafat Masa Pertengahan”, dalam http://blogspot.co.id,
diakses hari Selasa, tanggal 22 Maret 2016.
Poedjawijatna, Pembimbing ke Arah Alam Filsafat, Jakarta: PT Pembangunan, 1980.
,
Tahu dan Pengetahuan Pengantar ke Ilmu
dan Filsafat, Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2004.
[1] Poedjawijatna, Tahu dan Pengetahuan Pengantar ke Ilmu dan
Filsafat, (Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2004), hlm 46.
[2] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2014), hlm 24.
[3] Poedjawijatna, Pembimbing ke Arah Alam Filsafat,
(Jakarta: PT Pembangunan, 1980), hlm 73.
[4] Khotimhanifudinnajib, “Sejarah
Filsafat Masa Pertengahan”, dalam http://blogspot.co.id, diakses hari
Selasa, tanggal 22 Maret 2016.
[5] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2014), hlm 69.
[6] Ibid., hlm 73.
[7] Poedjawijatna, Pembimbing ke Arah Alam Filsafat,
(Jakarta: PT Pembangunan, 1980), hlm 85.
[8] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2014), hlm 25.
[9] Ibid., hal 67.
Komentar
Posting Komentar