Langsung ke konten utama

Smt 2 Ilmu Kalam Aliran Murji'ah



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semua agama yang diturunkan Allah SWT ke muka bumi (agama wahyu), menempatkan tauhid di tempat yang pertama dan utama, karena itu setiap rasul yang diutus Allah SWT mengemban tugas untuk menanamkan, tauhid kedalam jiwa umatnya, mengajak mereka supaya beriman kepada Allah, menyembah, mengabdi dan berbakti kepadanya, melarang mereka menyekutukan Allah dalam bentuk apapun, baik zat, sifat, maupun af’alnya.Misi risalah semacam ini pulalah yang diemban oleh Nabi Muhammad SAW, karena itu, tema sentral setiap da’wah dan seruannya adalah tauhid, bahkan, pada awal masa kerasulannya adalah tauhid, selama dimekah, beliau memfokuskan perhatian kepada pembinaan tauhid ini sehingga semua aktifitas da’wahnya diarahkan ke masalah tauhid, ayat-ayat Al-Qur’an yang turun pada periode mekkah pun berisi masalah-masalah ketauhidan beliau dan baru pada masa madinah diarahkan kepada pembinaan hukum-hukum Allah, itu tanpa meninggalkan, bahkan untuk memperkokoh tauhid.
Mendahulukan dan mengutamakan aspek aqidah (tauhid) di dalam risalah Nabi Muhammad SAW daripada aspek hokum, bukan saja karena tauhid merupakan dasar pokok ajaran islam dan fondasi yang didirikan di atasnya. Bangunan-bangunan hukum /moral, dan sebagainya, tetapi juga karena hukum-hukum Allah tersebut tidak akan bisa diterima dan dilaksanakan dengan baik dan benar tanpa keimanan yang kuat dan kokoh, penerimaan penghayatan dan pengamalan terhadap hukum-hukum tuhan haya bisa terwujud dengan baik jika seseorang memiliki keimanan yang kuat. Sebaliknya, hukum-hukum tuhan juga diperlukan untuk memantapkan ketauhidan seseorang, makin baik seseorang melaksanakan hukum-hukum tersebut, makin kuat bertambah imannya dengan demikian aqidah (tauhid) dan hukum (syari’at) mempunyai hubungan timbal balik yang sangat erat dan tak terpisahkan.
Pada zaman rasul SAW, sampai masa pemerintahan usman bin affan (644,656M, problem ketauhidan (teologis) di kalangan umat islam belum muncul problem ini baru timbul di zaman pemerintahan Ali bin Abu thalib (656-661M) dengan munculnya beberapa kelompok/aliran karena perbedaan pendapat dalam masalah tahkim antara ali dengan muawiyah, bin abi sufyan , gubernur syam, pada waktu perang shiffir.
B.Rumusan masalah
1.       Bagaimana asal- usul kemunculan aliran murji’ah
2.       Apa pokok ajaran murjia’ah
3.       Apa kelebihan dan kekurangan ajaran  murji’ah
4.       Bagaimana sekte- sekte yang ada dialiran murji’ah
5.       Apa dasar nash Al-qur’an aliran murji’ah
6.       Apa ciri-ciri khusus aliran murji’ah
7.       Apa pendapat ulama tentang aliran murji’ah
8.       Apa analisa tentang aliran murji’ah
C.Tujuan penulisan
1.       Mengetahui asal-usul kemunculan aliran murji’ah
2.       Mengetahui pokok-pokok ajaran aliran murji’ah
3.       Mengetahui kelebihan dan kekurangan ajaran aliran murji’ah
4.       Mengetahui sekte yang ada di aliran murji’ah
5.       Mengetahui dasar nash al qur’an aliran murji’ah
6.       Mengetahui cirri khusus aliran murji’ah
7.       Mengetahui pendapat ulama tentang aliran murji’ah
8.       Mengetahui analisa aliran murji’ah






                                                                                                                                  



BAB II
PEMBAHASAN

A.Asal -usul munculnya aliran Murji’ah
Nama Murji’ah diambil dari kata irja atau Arja’a, yang bermakna penundaan, penangguhan dan pengharapan, kata arja’a mengandung pula arti memberi harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat Allah, selain itu, Arja’a berarti pula meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dari iman. Oleh karena itu Murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak.[1]
Murji’ah juga bisa memberikan pengertian menangguhkan hukum perbuatan seseorang sampai di hadapan Allah SWT. Golongan ini memang berpendapat bahwa muslim yang berbuat dosa besar tidak dihukum kafir, tetapi tetap mukmin, mengenai dosa besar yang dilakukannya di serahkan kepada keputusan Allah Nanti. Allah bisa mengampuni dosa itu, bisa pola tidak, semuanya merupakan urusan Allah SWT, dengan demikian muslim yang berdosa besar masih mempunyai harapan mendapatkan ampunan Allah SWT. Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah.
Ada 2 permasalahan munculnya aliran Murji’ah, yaitu:
1.Permasalahan Politik

Ketika terjadi pertikaian antara Ali dan Mu’awiyah, dilakukanlah tahkim (arbitrase) atas usulan Amr bin Ash, seorang kaki tangan Mu’awiyah. Kelompok Ali terpecah menjadi 2 kubu, yang pro dan kontra. Kelompok kontra akhirnya keluar dari Ali yakni Khawarij. Mereka memandang bahwa tahkim bertentangan dengan Al-Qur’an, dengan pengertian, tidak ber-tahkim dengan hukum Allah. Oleh karena itu mereka berpendapat bahwa melakukan tahkim adalah dosa besar, dan pelakunya dapat dihukumi kafir, sama seperti perbuatan dosa besar yang lain.[2]
Seperti yang telah disebutkan di atas Kaum khawarij, pada mulanya adalah penyokong Ali bin Abi thalib tetapi kemudian berbalik menjadi musuhnya. Karena ada perlawanan ini, pendukung-pendukung yang tetap setia pada Ali bin Abi Thalib bertambah keras dan kuat membelanya dan akhirnya mereka merupakan golongan lain dalam islam yang dikenal dengan nama Syi’ah.
Dalam suasana pertentangan inilah, timbul suatu golongan baru yang ingin bersikap netral tidak mau turut dalam praktek kafir mengkafirkan yang terjadi antara golongan yang bertentangan ini. Bagi mereka sahabat-sahabat yang bertentangan ini merupakan orang-orang yang dapat dipercayai dan tidak keluar dari jalan yang benar. Oleh karena itu mereka tidak mengeluarkan pendapat siapa sebenarnya yang salah, dan lebih baik menunda (arja’a) yang berarti penyelesaian persoalan ini di hari perhitungan di depan Tuhan.
Gagasan irja’ atau arja yang dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat islam ketika terjadi pertikaian politik dan juga bertujuan menghindari sekatrianisme.
2.Permasalahan Ke-Tuhanan
Dari permasalahan politik, mereka kaum Mur’jiah pindah kepada permasalahan ketuhanan (teologi) yaitu persoalan dosa besar yang ditimbulkan kaum khawarij, mau tidak mau menjadi perhatian dan pembahasan pula bagi mereka. Kalau kaum Khawarij menjatuhkan hukum kafir bagi orang yang membuat dosa besar, kaum Murji’ah menjatuhkan hukum mukmin.
Pendapat penjatuhan hukum kafir pada orang yang melakukan dosa besar oleh kaum Khawarij ditentang sekelompok sahabat yang kemudian disebut Mur’jiah yang mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin, tidak kafir, sementara dosanya diserahkan kepada Allah, apakah dia akan mengampuninya atau tidak.[3]
Aliran Murji’ah menangguhkan penilaian terhadap orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim itu di hadapan Tuhan, karena hanya Tuhan-lah yang mengetahui keadaan iman seseorang. Demikian pula orang mukmin yang melakukan dosa besar masih di anggap mukmin di hadapan mereka. Orang mukmin yang melakukan dosar besar itu dianggap tetap mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya. Dengan kata lain bahwa orang mukmin sekalipun melakukan dosa besar masih tetap mengucapkan dua kalimat syahadat yang menjadi dasar utama dari iman. Oleh karena itu, orang  tersebut masih tetap mukmin, bukan kafir.
Dinamakan Murji’ah karena golongan ini menunda atau mengembalikan tentang hukum orang Mukmin yang berdosa besar dan belum bertaubat sampai matinya, orang itu belum dapat dihukum sekarang. Ketentuan persoalannya ditunda atau dikembalikan kepada Allah SWT. di hari akhir nanti.

B.Pokok-pokok ajaran Murji’ah
Murjiah muncul dengan pendapatnya bahwa dosa tidak merusak keimanan, sebagaimana ketaatan tidak memberi manfaat bagi orang yang kafir.[4]
Aliran Murji’ah membahas tentang batasan pengertian “Iman”.
Menurut Ahlus Sunnah bahwa iman itu terdiri dari tiga unsur, yaitu membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan, dan menyertainya dengan amal perbuatan seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan lain-lain. Sedangkan kebanyakan golongan Murji’ah berpendapat bahwa iman ialah hanya membenarkan dengan hati saja. Apabila seseorang beriman dengan hatinya, maka dia adalah Mukmin dan Muslim, sekalipun lahirnya menyerupai orang Yahudi atau Nasrani dan meskipun lisannya tidak mengucapkan dua kalimat syahadat. Mengikrarkan dengan lisan dan amal perbuatan, itu bukan bagian dari iman.
Kemudian sebagian dari golongan Murji’ah berpendapat bahwa iman itu terdiri dari dua unsur, yaitu membenarkan dengan hati dan mengikrarkan dengan lisan. Membenarkan dengan hati saja tidak cukup, dan mengikrarkan dengan lisan saja pun tidak cukup, tetapi harus dengan bersama kedua-duanya, supaya seseorang menjadi mukmin. Karena orang yang membenarkan dengan hati dan menyatakan kebohongannya dengan lisan tidak dinamakan mukmin.
Gassan al-Kufi (tokoh Murji’ah) beranggapan bahwa “iman adalah mengenal Allah dan Rasul-Nya, serta mengakui apa-apa yang telah diturunkan Allah, dan yang dibawa oleh Rasul-Nya. Karenanya, iman itu tidak dapat bertambah atau berkurang”.[5]
Secara umum kelompok Murji’ah menyusun teori-teori keagamaan yang independen, sebagai dasar gerakannya, yang intisarinya sebagai berikut
1.  Iman adalah cukup dengan mengakui dan percaya kepada Allah dan Rasulnya saja. Adapun amal atau perbuatan, tidak merupakan sesuatu keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan hal ini, seseorang tetap dianggap sebagai mukmin walaupun ia meninggalkan apa yang difardhukan kepadanya dan melakukan perbuatan-perbuatan dosa besar.
2.  Dasar keselamatan adalah iman semata-mata. Selama masih ada iman dihati, maka setiap maksiat tidak akan mendatangkan mudharat ataupun gangguan atas diri seseorang. Untuk mendapatkan pengampunan, manusia hanya cukup dengan menjauhkan diri syirik dan mati dalam keadaan akidah tauhid[6].
Dengan kata lain, kelompok Murji’ah memandang bahwa perbuatan atau amal tidaklah sepenting iman, yang kemudian meningkat pada pengertian bahwa, hanyalah imanlah yang penting dan yang menentukan mukmin atau tidak mukminnya seseorang; perbuatan-perbuatan tidak memiliki pengaruh dalam hal ini. Iman letaknya dalam hati seseorang dan tidak diketahui manusia lain; selanjutnya perbuatan-perbuatan manusia tidak menggambarkan apa yang ada dalam hatinya. Oleh karena itu ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan seseorang tidak mesti mengandung arti bahwa ia tidak memiliki iman. Yang penting ialah iman yang ada dalam hati. Dengan demikian ucapan dan perbuatan- perbuatan tidak merusak iman seseorang .
Harun Nasution menyebutkan ada empat ajaran pokok dalam doktrin teologi Murji’ah yaitu:
a.  Menunda hukuman atas Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah, Amr bin  Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ary yang terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada Allah di hari kiamat kelak.
b.  Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar.
c.  Menyerahkan meletakkan iman dari pada amal.
d. Memberikan pengaharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
Sedangkan doktrin pemikiran Murji’ah yang lain, seperti batasan kufur, para pengikut Murji’ah terpecah menjadi beberapa golongan. Secara garis besar pemikiran dapat dijelaskan menurut kelompok Jahamiyah: bahwa kufur merupakan sesuatu hal yang berkenaan dengan hati, dimana hati tidak mengenal (jahl) terhadap Allah SWT.
Pada golongan yang lainnya, menyatakan bahwa kufur itu merupakan banyak hal yang berkenaan dengan hati ataupun selainnya, misalnya tidak mengenal (jahl) terhadap Allah SWT, membenci dan sombong kepadanya, mendustakan Allah dan rasul-Nya sepenuh hati dan secara lisan, begitu pula membangkang terhadap-Nya, mengingkari-Nya, melawan-Nya, menyepelekan Allah dan dan rasulnya, tidak mengakui Allah itu Esa dan menganggap-Nya lebih dari satu.
Karena itu mereka pun menganggap bisa saja terjadi kekufuran tersebut, baik dengan hati maupun lisan, tetapi bukan dengan perbuatan, dan begitupun dengan iman. Mereka beranggapan bahwa seseorang yang membunuh ataupun menyakiti Nabi dengan tidak karena mengingkarinya, tetapi hanya karena membunuh ataupun menyakiti semata, niscaya dia tidaklah disebut kufur. Tetapi, kalau seseorang mengahalalkan sesuatu yang diharamkan Allah, rasul-Nya dan juga orang-orang muslim, niscaya diapun disebut kufur.[7]
C.Kelebihan dan Kekurangan Aliran Murji’ah
Kelebihan dari aliran ini adalah golongan ini tidak akan memudaratkan perbuatan maksiat itu terhadap keimanan. Demikian juga sebaliknya, “tidaklah akan memberi manfaat dan memberi faedah ketaatan seseorang terhadap kekafirannya”. Artinya, tidaklah akan berguna dan tidaklah akan diberi pahala perbuatan baik yang dilakukan oleh orang kafir. Maka dari itu, mereka tidak mau mengkafirkan seseorang yang telah masuk Islam, sebab golongan ini sagat mementingakan kewajiban sesama manusia.[8]
Kekurangan aliran ini adalah lebih mementingkan urusan dunia dari pada akhirat.Karena menurut mereka, iman adalah mengetahui dan mengakui sesuatu yang menurut akal wajib dikerjakan.Berarti, kelompok ini mengakui adanya kewajiban-kewajiban yang dapat diketahui akal sebelum datangnya syariat.[9]
Firman Allah SWT dalam surat Ar Ra’du ayat 28 :
الّذين امنوا وتطمئنّ قلوبهم بذكر الله قلى الا بذكر الله تطمئنّ القلوب
Artinya :
“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah.Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati akan menjadi tenteram”.
Apabila seseorang sudah mempercayai Allah SWT dan rasul-rasul-Nya dan segala sesuatu yang datang dari Allah SWT, berarti ia mukmin meskipun ia menyatakan dalam perbuatannya hal-hal yang bertentangan dengan imannya. Seperti berbuat dosa, menyembah berhala, dan minum-minuman keras.Golongan ini juga meyakini bahwa surga dan neraka itu tidak abadi, karena keabadian hanya bagi Allah SWT semata.


Firman Allah SWT dalam surat Al Anfal ayat 2 disebutkan :
واذا تليت عليهم اياته زادتهم ايمانا
Artinya :
“Dan apabila dibacakan terhadap ayat-ayat-Nya, maka ayat-ayat itu menambah iman mereka”.
D.Sekte-sekte aliran murji’ah
D.  Sekte-sekte Murji’ah
Al-Syahrastani membagi kelompok-kelompok Murji’ah sebagai berikut:[10]
1.    Murji’ah Khawarij
Murji’ah Khawarij adalah kelompok yang tidak mempermasalahkan pelaku dosa besar.
2.    Murji’ah qadariyah
Murji’ah qadariyah adalah orang-orang yang dipimpin oleh Ghilan Ad-Damsyiki sebutan mereka Al-Ghilaniah.
3.    Murji’ah jabariyah
Murji’ah jabbariyah adalah jahmiyyah (para pengikut Jahm Ibn Shafwan), mereka hanya mencukupkan diri dengan keyakinan dalam hati sajadan menurut mereka maksiat itu tidak berpengaruh pada iman dan bahwasannya ikrar dengan lisan dan amal bukan dari iman.
4.    Murji’ah murni
Murji’ah murni adalah kelompok yang oleh para ualama diperselisihkan jumlahnya.
5.    Murji’ah sunni
Murj’ah sunni adalah para pengikut Hanafi  termasuk didalamnya adalah Abu Hanifah dan gurunya Hammad Ibn Abi Sulaiman juga orang orang yang mengikuti mereka dari golongan Murji’ah kufah dan yang lainnya. Mereka ini adalah orang-orang yang mengakhirkan amal dari hakekat iman.
Sementara itu, Harun Nasution membagi dalam 2 sekte yaitu :
1.    Golongan moderat
Murjiah moderat berpendirian bahwa pendosa besar tetap mukmin, tidak kafir tidak pula kekal di dalam neraka, mereka di siksa sebesar dosanya, dan bila diampuni oleh Allah sehingga tidak masuk neraka sama sekali. Iman adalah pengetahuan tentang Tuhan dan Rasul-Nya, serta apa saja yang datang darinya secara keseluruhan namun dalam garis besar , iman adalah dalam hal ini tidak bertambah dan berkurang, tokohnya adalah : Al Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Tholib, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa ahli hadist.[11]
2.    Golongan ekstrim
Kelompok ekstrim dalam Murji’ah terbagi menjadi empat kelompok besar, yaitu :
a.   Al-Jahmiyyah, kelompok Jahm bin Syahwan dan para pengikutnya, berpandangan bahwa orang yang percaya kepada tuhan kemudian menyatakan kekufuran secara lisan, tidaklah menjadi kafir karena iman dan kufur itu bertempat di dalam hati bukan pada bagian lain dalam tubuh manusia.
b.   Shalihiyyah, kelompok Abu Hasan Ash-Shalihi, berpendapat bahwa iman adalah mengetahui tuhan, sedangkan kufur tidak tahu tuhan. Sholat bukan merupakan ibadah kepada Allah, yang disebut ibadah adalah iman kepada-Nya dalam arti mengetahui Tuhan. Begitu pula zakat, puasa dan haji bukanlah ibadah, melainkan sekedar menggambarkan kepatuhan.
c.   Yunusiyyah dan Ubaidiyyah, melontarkan pernyataan bahwa melakukan maksiat atau perbuatan jahat tidaklah merusak iman seseorang. Mati dalam iman, dosa-dosa dan perbuatan jahat yang dikerjakan tidaklah merugikan orang yang bersangkutan. Dalam hal ini Muqatil bin Sulaiman berpendapat bahwa perbuatan jahat, banyak atau sedikit tidak merusak iman seseorang sebagai musyrik.
d.   Hasaniyyah, jika seseorang mengatakan “saya tahu Tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini”, maka orang tersebut tetap mukmin, bukan kafir.
Pendapat-pendapat ekstrim seperti diuraikan di atas menimbulkan pengertian bahwa hanya imanlah yang penting dan menentukan mukmin atau tidaknya mukminnya seseorang. Perbuatan-perbuatan tidak mempunyai pengaruh dalam hal ini. Karena yang penting ialah iman dalam hati, ucapan dan perbuatan tidak merusak iman[12]


D.  Dasar nash Al-Qur’an Aliran Murji’ah
Dalil yang di ambil dalam mendukung pemikirannya adalah Firman Allah dalam Alquran, Q.S. Az-Zumar : 53
 قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Artinya: Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.  (Q.S. Az-Zumar : 53)

Nash yang dijadikan keimanan dan kekufuran seluruhnya terletak pada hati adalah:
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ ۚ أُولَٰئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ ۖ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ أُولَٰئِكَ حِزْبُ اللَّهِ ۚ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya: Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung. (Q.S. Al-Mujadalah : 22)

مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَلَٰكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Artinya: Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. (Q.S. An-Nahl : 106)


Dalil dari Sunnah mereka berhujjah dengan sebagian hadits dan atsar, yang secara dhahir menunjukkan atas perintah untuk menjauhi syirik dan keberadaan iman  dalam  hati  seseorang untuk menggapai kejayaan dan  keridhaan Allah:
مَنْ مَاتَ يُشْرِكُ بِالله ِشَيْئا دَخَلَ النَّارَ.   قَالَ إِبْنُ مَسْعُوْدٍ:  وَقُلْتُ أَنَّا مَنْ مَات  لَا يُشْرِكُ بِالله ِشَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّة
Artinya:  Barang siapa yang mati dalam keadaan menyekutukan Allah dengan sesuatu maka ia akan masuk neraka”, Ibnu Mas’ud berkata: “Saya katakan: “Barang siapa yang mati dalam keadaan tidak menyekutukan Allah maka ia masuk Jannah.”
Inilah beberapa dalil yang digunakan oleh kolompok murjiah dalam menguatkan mazhabnya.
E.  Ciri-ciri khusus Aliran Murji’ah
Murji’ah memiliki sekian banyak ciri dan ada beberapa cirri yang paling menonjol, diantaranya sebagai berikut:[13]
1.        Mereka berpendapat, iman hanya sebatas penetapan dengan lisan, atau sebatas pembenaran dengan hati, atau hanya penetapan dan pembenaran.
2.        Mereka berpendapat, iman tidak bertambah dan tidak berkurang, tidak terbagi-bagi, orang yang beriman tidak bertingkat-tingkat, dan iman semua orang adalah sama.
3.        Mereka mengharamkan istitsan` (mengucapkan ‘saya beriman insya Allah) di dalam iman.
4.        Mereka berpendapat, orang yang meninggalkan kewajiban dan melakukan perbuatan haram (dosa dan maksiat) tidak berkurang imannya dan tidak merubahnya.
5.        Mereka membatasi kekufuran hanya pada pendustaan dengan hati.
6.        Mereka mensifati amal-amal kekufuran yang tidak membawa melainkan kepada kekufuran, seperti menghina dan mencela (Allah, Rasul-Nya, maupun syari’at Islam); bahwa hal itu bukanlah suatu kekufuran, tetapi hal itu menunjukkan pendustaan yang ada dalam hati.[14]
F.   Pendapat ulama’ tentang Aliran Murji’ah
Para ulama sepanjang masa telah menetapkan, bahwasanya Murji’ah merupakan kelompok bid’ah yang sesat. Mereka pun melakukan pengingkaran dan membantah kelompok ini. Di antara para kelompok ini ialah sebagai berikut:
1. ‘Abdullah bin ‘Abbas bin ‘Abdul-Muthalib (wafat 68 H). Beliau Radhiyallahu ‘anhu mengingatkan, “Berhati-hatilah dengan (pemikiran) Irja’, karena ia merupakan cabang dari pemikiran Nashrani.”
2. Ibrahim bin Yazid bin Qa-is an-Nakha-I rahimahullah (wafat 96H) berkata, “Menurutku, sesungguhnya fitnah mereka (Murji’ah) lebih aku takutkan atas umat ini daripada fitnah al-Azariqah.”
3. Muhammad bin Muslim az-Zuhri rahimahullah (wafat 125 H) berkata, “Tidak ada satu perbuatan bid’ah dalam Islam yang lebih berbahaya bagi pemeluknya (kaum Muslimin) dari bid’ah ini, yaitu Al-Irja’.”
4. Yahya bin Sa’id al-Anshari (wafat 144 H) dan Qatadah (wafat 113 H), sebagaimana dikatakan oleh al-Auza-I rahimahullah, bahwa mere berdua mengatakan: “Menurut pendapat mereka, tidak ada perbuatan bid’ah yang lebih ditakutkan atas umat ini dari Al-Irja’.”
5. Manshur bin al-Mu’tamir as-Sulami (wafat 132 H) brkata; “Aku tidak berpendapat seperti pendapat Murji’ah yang sesat dan bid’ah.”
6. Lajnah ad-Da-imah lil-Buhuts al-Ilmiyah wal-Ifta, di dalam fatwa no. 21436, tertanggal 8 Rabi’uts-Tsani 1421 H menyebutkan tenteng fenomena pemikiran Murji`ah pada zaman ini. Dalam fatwa tersebut dikatakan: "Tidak diragukan lagi bahwa pemikiran ini (Murji`ah) adalah kebatilan dan kesesatan yang nyata, menyelisihi al-Qur`ân, Sunnah dan ijma' Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah, sejak dahulu sampai sekarang.




.

G. Analisa
Pokok ajaran Murji’ah yaitu bahwa mereka lebih mengedepankan iman dari pada amal.  Iman adalah cukup dengan mengakui dan percaya kepada Allah dan Rasulnya saja. Adapun amal atau perbuatan, tidak merupakan sesuatu keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan hal ini, seseorang tetap dianggap sebagai mukmin walaupun ia meninggalkan apa yang difardhukan kepadanya dan melakukan perbuatan-perbuatan dosa besar[15].
Kemudian efek, bahaya atau pengaruh buruk pemikiran Murji’ah ialah:
1. Sebagai kelompok yang mengusung pemikiran bid'ah, maka jika Murji`ah masuk ke dalam 'aqidah kaum Muslimin, ia dapat memporak-porandakan kesatuan umat. Sebab, suatu perbuatan bid'ah jika muncul dan berkembang, ia akan memicu permusuhan dan kebencian di antara kaum Muslim.
2. Munculnya pemikiran Murji'ah ini telah menyebabkan banyak hukum-hukum Islam menjadi hilang, sehingga menjadi penyebab hilangnya syari'at. Pemikiran mereka juga telah merusak keindahan Islam, sehingga menjadi penyebab manusia berpaling dan tidak mengagungkan syari'at Allah.
3. Mereka telah berdusta atas nama Allah dan memiliki pemikiran yang telah dicela oleh seluruh ulama. Imam al-Ajuri (wafat 360H) berkata,"Barangsiapa yang memiliki pemikiran seperti ini (Irja`), maka ia telah berdusta atas nama Allah dan membawa lawannya kebenaran serta sesuatu yang sangat diingkari seluruh ulama, karena yang memiliki pemikiran ini menganggap, seseorang yang telah mengucapkan lâ ilaha illallâh, maka dosa besar dan perbuatan keji yang ia lakukan, sama sekali tidak merusaknya. Menurutnya pula, keberadaan antara orang yang baik dan takwa dengan orang yang fakir adalah sama. Pendapat seperti ini jelas merupakan kemungkaran.
4. Kelompok Murji'ah meyakini bahwa suatu perbuatan (amal) tidak mempengaruhi keimanan seseorang, sehingga banyak orang menyatakan yang penting "hatinya", dan perbuatan maksiat yang dilakukannya tersebut seakan-akan tidak mempengaruhi keimanan di hatinya.
5. Pemikiran Murji'ah membuka pintu bagi orang-orang yang rusak membuat kerusakan dalam agama, dan merasa tidak terikat dengan perintah dan larangan syari'at. Sehingga akan memperbesar kerusakan dan kemaksiatan di tengah kaum Muslimin. Bahkan akhirnya sangat mungkin mereka membuat melakukan perbuatan kekufuran dan kesyirikan, dengan alasan bahwa hal itu merupakan amalan, dan tidak merasa bisa menyebabkan imannya menjadi berkurang atau hilang. Na'udzubillâhi minazh-zhalal.
7. Menghilangkan unsur jihad fi dan amar ma`ruf nahi mungkar. Bukti atau dalilnya mana? Perlu ada penjelasan.
8. Kaum Murji'ah menyamakan antara orang yang shalih dengan yang tidak, dan orang yang istiqamah di atas agama Allah dengan orang yang fasik. Sebab menurut mereka, amal shalih tidak mempengaruhi keimanan seseorang, sebagaimana juga perbuatan maksiat tidak mempengaruhi keimanan.[16]






BAB III
PENUTUP
 
Kesimpulan
Dari beberapa pendapat yang telah disampaikan diatas bahwa aliran Murji’ah yang terpenting dalam kehidupan beragama adalah aspek iman dan kemudian amal. Jika seseorang masih beriman, berarti dia tetap mukmin, bukan kafir walaupun ia melakukan dosa besar. Adapun hukuman bagi dosa besar itu terserah kepada Tuhan, akan diampuni atau tidak. Dan dikatakan Murji’ah karena ada sekelompok orang yang menyatakan diri tidak ingin terlibat dalam pertentangan politik yang terjadi antara Ali dan Mu’awiyah.
                 Golongan murji’ah moderat maupun ekstrim sudah tidak ada lagi pada dewasa ini sebagian golongan berdiri sendiri,tetapi sebagian ajarannya ada yang masih dipergunakan oleh golongan yang lain seperti ahli sunnah waljama’ah.



[1] Amir Nurdin dkk.,Sejarah Pemikiran Islam(Jakarta:Teruna Grafika,2012)hlm 24
[2] Ibid.,hlm 25
[3] Ibid.,hlm 26
[4] Imam Muhammad Abu Zahra.,Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam,(Jakarta:Logos,1996),hlm 143
[5]http://aftanet.blogspot.com/2011/06/munculnya kaum murjiah ekstrim dan html diakses tanggal 22 maret 2016
[6] Ibid.,hlm 30
[7] Kholid Syamsudin,Pengaruh buruk pemikiran murji’ah,2008.html://almanhaj.or.id/diaskas tanggal 22 maret 2016
[8] Ibid diakses tanggal 22 maret 2016
[9] Ibid. diakses tanggal 22 maret 2016
[10] M.Amin Nurdin.,dkk(Sejarah Pemikiran Islam(Jakarta,Teruna Grafika,2012)hlm 27
[11] Muniron,Ilmu Kalam(sejarah,metode,ajaran dan analisa perbandingan)(Jember,STAIN JemberPress,2015)hlm 64
[12] Ibid hlm29-30
[13]  http://www.amarstain.blogspot.com diaskes tanggal 17 maret 2016
[14] Ibid., diaskes tanggal 17 maret 2016
[15] Musloemsejati.blogspot.com/2013/03/pemikiran-kalam-murjiah.html diaskes tanggal 18 maret 2016
[16] Ibid., diaskes tanggal 18 maret 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Smt 5 Ushul fiqih Hakim hukum mahkum Fih Mahkum 'alaih

    HAKIM, HUKUM, MAHKUM FIIH, MAHKUM ‘ALAIH Makalah I ni D isusun G una M emenuhi T ugas K elompok Mata Kuliah :   Ushul Fiqih Dosen Pengampu :   Yusuf Effendi , M.Pd. Disusun Oleh: 1.      Kun Amiina                        (15120026) 2.      M. Lutfil Makin                  (15120036) Semester 5 B PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA PURWOREJO 2017 BAB I PENDAHULUAN A.     LATAR BELAKANG Di dalam agama Islam, dalam menjalankan kehidupan sehari-hari ini kita tidak pernah terlepas dari hukum-hukum syar’i. Hukum yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan seo...

Smt 1 Psikologi Umum gejala Campuran

GEJALA CAMPURAN (PERHATIAN, KELELAHAN, SUGESTI DAN KELUPAAN) Paper Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah : Psikologi Umum Dosen Pengampu : Akhid Lutfian, S.Pd, M.Pd Disusun Oleh (Kelompok 15) : Akmal Maulana Subchi Kun Amiina Pariyati Semester 1B PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA PURWOREJO 2015 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Berbicara tentang jiwa, terlebih dahulu kita harus dapat membedakan antara nyawa dan jiwa. Dimana nyawa adalah daya jasmanilah yang adanya tergantung pada hidup jasmani yaitu perbuatan yang ditimbulkan oleh proses belajar, misalnya insting, refleks dan nafsu. Sedangkan jiwa adalah daya hidup rohaniah yang menjadi penggerak dan penyalur bagi sekalian perbuatan pribadi. Pada umumnya manusia tak mungkin lepas dari kondisi lingkungan. Tanpa disadari kondisi lingkungan tersebut dapat mengakibatkan pergeseran atau terjadinya kejiwaan dan apabila manusi...

Smt 1 Al-Qur'an Jadal

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Hakikat-hakikat yang sudah ada jelas nampak   dan   nyata   telah   dapat   disentuh   manusia,   dibeberkan   oleh   bukti-bukti   alam   dan   tidak   mememrlukan   lagi   argument lain untuk menetapkan   dalil   atas   kebenarannya. Namun   demikian, kesombongan   seringkali   mendorong   seseorang   untuk membangkitkan   keraguaan dan mengacu hakikat   tersebut   dengan   keracunan yang   dibungkus   dengan baju   kebenaran   serta   dihiasi   dengan cermin   akal.   Usaha   demikiaan   perlu    dihadapi dengan    hujjah agar   hakikat-hakikat   tersebut   mendapatkan   pengakuan   yang    semestinya,   dipercayai   atau malah   diingkari. Al-Qur an,    seru...