BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semua
agama yang diturunkan Allah SWT ke muka bumi (agama wahyu), menempatkan tauhid
di tempat yang pertama dan utama, karena itu setiap rasul yang diutus Allah SWT
mengemban tugas untuk menanamkan, tauhid kedalam jiwa umatnya, mengajak mereka
supaya beriman kepada Allah, menyembah, mengabdi dan berbakti kepadanya,
melarang mereka menyekutukan Allah dalam bentuk apapun, baik zat, sifat, maupun
af’alnya.Misi risalah semacam ini pulalah yang diemban oleh Nabi Muhammad SAW,
karena itu, tema sentral setiap da’wah dan seruannya adalah tauhid, bahkan,
pada awal masa kerasulannya adalah tauhid, selama dimekah, beliau memfokuskan
perhatian kepada pembinaan tauhid ini sehingga semua aktifitas da’wahnya
diarahkan ke masalah tauhid, ayat-ayat Al-Qur’an yang turun pada periode mekkah
pun berisi masalah-masalah ketauhidan beliau dan baru pada masa madinah
diarahkan kepada pembinaan hukum-hukum Allah, itu tanpa meninggalkan, bahkan
untuk memperkokoh tauhid.
Mendahulukan
dan mengutamakan aspek aqidah (tauhid) di dalam risalah Nabi Muhammad SAW
daripada aspek hokum, bukan saja karena tauhid merupakan dasar pokok ajaran
islam dan fondasi yang didirikan di atasnya. Bangunan-bangunan hukum /moral,
dan sebagainya, tetapi juga karena hukum-hukum Allah tersebut tidak akan bisa
diterima dan dilaksanakan dengan baik dan benar tanpa keimanan yang kuat dan
kokoh, penerimaan penghayatan dan pengamalan terhadap hukum-hukum tuhan haya
bisa terwujud dengan baik jika seseorang memiliki keimanan yang kuat.
Sebaliknya, hukum-hukum tuhan juga diperlukan untuk memantapkan ketauhidan
seseorang, makin baik seseorang melaksanakan hukum-hukum tersebut, makin kuat
bertambah imannya dengan demikian aqidah (tauhid) dan hukum (syari’at)
mempunyai hubungan timbal balik yang sangat erat dan tak terpisahkan.
Pada
zaman rasul SAW, sampai masa pemerintahan usman bin affan (644,656M, problem
ketauhidan (teologis) di kalangan umat islam belum muncul problem ini baru
timbul di zaman pemerintahan Ali bin Abu thalib (656-661M) dengan munculnya
beberapa kelompok/aliran karena perbedaan pendapat dalam masalah tahkim antara
ali dengan muawiyah, bin abi sufyan , gubernur syam, pada waktu perang shiffir.
B.Rumusan masalah
1. Bagaimana
asal- usul kemunculan aliran murji’ah
2. Apa
pokok ajaran murjia’ah
3. Apa
kelebihan dan kekurangan ajaran murji’ah
4. Bagaimana
sekte- sekte yang ada dialiran murji’ah
5. Apa
dasar nash Al-qur’an aliran murji’ah
6. Apa
ciri-ciri khusus aliran murji’ah
7. Apa
pendapat ulama tentang aliran murji’ah
8. Apa
analisa tentang aliran murji’ah
C.Tujuan penulisan
1. Mengetahui
asal-usul kemunculan aliran murji’ah
2. Mengetahui
pokok-pokok ajaran aliran murji’ah
3. Mengetahui
kelebihan dan kekurangan ajaran aliran murji’ah
4. Mengetahui
sekte yang ada di aliran murji’ah
5. Mengetahui
dasar nash al qur’an aliran murji’ah
6. Mengetahui
cirri khusus aliran murji’ah
7. Mengetahui
pendapat ulama tentang aliran murji’ah
8. Mengetahui
analisa aliran murji’ah
BAB II
PEMBAHASAN
A.Asal -usul munculnya aliran Murji’ah
Nama Murji’ah diambil
dari kata irja atau Arja’a, yang bermakna
penundaan, penangguhan dan pengharapan, kata arja’a mengandung pula arti
memberi harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk
memperoleh pengampunan dan rahmat Allah, selain itu, Arja’a berarti pula
meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal
dari iman. Oleh karena itu Murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan
kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya
masing-masing ke hari kiamat kelak.[1]
Murji’ah juga bisa
memberikan pengertian menangguhkan hukum perbuatan seseorang sampai di hadapan
Allah SWT. Golongan ini memang berpendapat bahwa muslim yang berbuat dosa besar
tidak dihukum kafir, tetapi tetap mukmin, mengenai dosa besar yang dilakukannya
di serahkan kepada keputusan Allah Nanti. Allah bisa mengampuni dosa itu, bisa
pola tidak, semuanya merupakan urusan Allah SWT, dengan demikian muslim yang
berdosa besar masih mempunyai harapan mendapatkan ampunan Allah SWT. Ada
beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah.
Ada 2
permasalahan munculnya aliran Murji’ah, yaitu:
1.Permasalahan Politik
Ketika terjadi pertikaian
antara Ali dan Mu’awiyah, dilakukanlah tahkim (arbitrase) atas
usulan Amr bin Ash, seorang kaki tangan Mu’awiyah. Kelompok Ali terpecah
menjadi 2 kubu, yang pro dan kontra. Kelompok kontra akhirnya keluar
dari Ali yakni Khawarij. Mereka memandang bahwa tahkim bertentangan dengan
Al-Qur’an, dengan pengertian, tidak ber-tahkim dengan hukum Allah. Oleh
karena itu mereka berpendapat bahwa melakukan tahkim adalah dosa besar,
dan pelakunya dapat dihukumi kafir, sama seperti perbuatan dosa besar yang
lain.[2]
Seperti yang telah
disebutkan di atas Kaum khawarij, pada mulanya adalah penyokong Ali bin Abi
thalib tetapi kemudian berbalik menjadi musuhnya. Karena ada perlawanan ini,
pendukung-pendukung yang tetap setia pada Ali bin Abi Thalib bertambah keras
dan kuat membelanya dan akhirnya mereka merupakan golongan lain dalam islam
yang dikenal dengan nama Syi’ah.
Dalam suasana pertentangan
inilah, timbul suatu golongan baru yang ingin bersikap netral tidak mau turut
dalam praktek kafir mengkafirkan yang terjadi antara golongan yang bertentangan
ini. Bagi mereka sahabat-sahabat yang bertentangan ini merupakan orang-orang yang
dapat dipercayai dan tidak keluar dari jalan yang benar. Oleh karena itu mereka
tidak mengeluarkan pendapat siapa sebenarnya yang salah, dan lebih baik
menunda (arja’a) yang berarti penyelesaian persoalan ini di hari
perhitungan di depan Tuhan.
Gagasan irja’ atau arja
yang dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan
dan kesatuan umat islam ketika terjadi pertikaian politik dan juga bertujuan
menghindari sekatrianisme.
2.Permasalahan Ke-Tuhanan
Dari permasalahan politik,
mereka kaum Mur’jiah pindah kepada permasalahan ketuhanan (teologi) yaitu
persoalan dosa besar yang ditimbulkan kaum khawarij, mau tidak mau menjadi
perhatian dan pembahasan pula bagi mereka. Kalau kaum Khawarij menjatuhkan hukum
kafir bagi orang yang membuat dosa besar, kaum Murji’ah menjatuhkan
hukum mukmin.
Pendapat penjatuhan hukum
kafir pada orang yang melakukan dosa besar oleh kaum Khawarij ditentang
sekelompok sahabat yang kemudian disebut Mur’jiah yang mengatakan bahwa
pembuat dosa besar tetap mukmin, tidak kafir, sementara dosanya diserahkan
kepada Allah, apakah dia akan mengampuninya atau tidak.[3]
Aliran Murji’ah menangguhkan penilaian
terhadap orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim itu di hadapan
Tuhan, karena hanya Tuhan-lah yang mengetahui keadaan iman seseorang. Demikian
pula orang mukmin yang melakukan dosa besar masih di anggap mukmin di hadapan mereka. Orang mukmin yang melakukan dosar besar itu dianggap
tetap mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad sebagai
Rasul-Nya. Dengan kata lain bahwa orang mukmin sekalipun melakukan dosa besar
masih tetap mengucapkan dua kalimat syahadat yang menjadi dasar utama dari
iman. Oleh karena itu, orang tersebut masih tetap mukmin, bukan kafir.
Dinamakan Murji’ah karena
golongan ini menunda atau mengembalikan tentang hukum orang Mukmin yang berdosa
besar dan belum bertaubat sampai matinya, orang itu belum dapat dihukum
sekarang. Ketentuan persoalannya ditunda atau dikembalikan kepada Allah SWT. di
hari akhir nanti.
B.Pokok-pokok ajaran
Murji’ah
Murjiah muncul dengan
pendapatnya bahwa dosa tidak merusak keimanan, sebagaimana ketaatan tidak
memberi manfaat bagi orang yang kafir.[4]
Aliran Murji’ah membahas tentang batasan
pengertian “Iman”.
Menurut Ahlus Sunnah bahwa iman itu terdiri
dari tiga unsur, yaitu membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan, dan
menyertainya dengan amal perbuatan seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan
lain-lain. Sedangkan kebanyakan golongan Murji’ah berpendapat bahwa iman ialah
hanya membenarkan dengan hati saja. Apabila seseorang beriman dengan hatinya,
maka dia adalah Mukmin dan Muslim, sekalipun lahirnya menyerupai orang Yahudi
atau Nasrani dan meskipun lisannya tidak mengucapkan dua kalimat syahadat.
Mengikrarkan dengan lisan dan amal perbuatan, itu bukan bagian dari iman.
Kemudian sebagian dari golongan Murji’ah
berpendapat bahwa iman itu terdiri dari dua unsur, yaitu membenarkan dengan
hati dan mengikrarkan dengan lisan. Membenarkan dengan hati saja tidak cukup,
dan mengikrarkan dengan lisan saja pun tidak cukup, tetapi harus dengan bersama
kedua-duanya, supaya seseorang menjadi mukmin. Karena orang yang membenarkan
dengan hati dan menyatakan kebohongannya dengan lisan tidak dinamakan mukmin.
Gassan al-Kufi (tokoh Murji’ah) beranggapan
bahwa “iman adalah mengenal Allah dan Rasul-Nya, serta mengakui apa-apa yang
telah diturunkan Allah, dan yang dibawa oleh Rasul-Nya. Karenanya, iman itu
tidak dapat bertambah atau berkurang”.[5]
Secara umum kelompok
Murji’ah menyusun teori-teori keagamaan yang independen, sebagai dasar
gerakannya, yang intisarinya sebagai berikut
1. Iman adalah
cukup dengan mengakui dan percaya kepada Allah dan Rasulnya saja. Adapun amal
atau perbuatan, tidak merupakan sesuatu keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan
hal ini, seseorang tetap dianggap sebagai mukmin walaupun ia meninggalkan apa
yang difardhukan kepadanya dan melakukan perbuatan-perbuatan dosa besar.
2. Dasar keselamatan adalah iman semata-mata. Selama masih ada iman dihati,
maka setiap maksiat tidak akan mendatangkan mudharat ataupun gangguan atas diri
seseorang. Untuk mendapatkan pengampunan, manusia hanya cukup dengan menjauhkan
diri syirik dan mati dalam keadaan akidah tauhid[6].
Dengan kata lain, kelompok
Murji’ah memandang bahwa perbuatan atau amal tidaklah sepenting iman, yang
kemudian meningkat pada pengertian bahwa, hanyalah imanlah yang penting dan
yang menentukan mukmin atau tidak mukminnya seseorang; perbuatan-perbuatan
tidak memiliki pengaruh dalam hal ini. Iman letaknya dalam hati seseorang dan
tidak diketahui manusia lain; selanjutnya perbuatan-perbuatan manusia tidak
menggambarkan apa yang ada dalam hatinya. Oleh karena itu ucapan-ucapan dan
perbuatan-perbuatan seseorang tidak mesti mengandung arti bahwa ia tidak
memiliki iman. Yang penting ialah iman yang ada dalam hati. Dengan demikian
ucapan dan perbuatan- perbuatan tidak merusak iman seseorang .
Harun Nasution menyebutkan
ada empat ajaran pokok dalam doktrin teologi Murji’ah yaitu:
a. Menunda hukuman
atas Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah, Amr bin Ash, dan Abu Musa
Al-Asy’ary yang terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada Allah di hari kiamat
kelak.
b. Menyerahkan keputusan
kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar.
c. Menyerahkan meletakkan
iman dari pada amal.
d. Memberikan pengaharapan
kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari
Allah.
Sedangkan doktrin
pemikiran Murji’ah yang lain, seperti batasan kufur, para pengikut Murji’ah
terpecah menjadi beberapa golongan. Secara garis besar pemikiran dapat
dijelaskan menurut kelompok Jahamiyah: bahwa kufur merupakan sesuatu hal yang
berkenaan dengan hati, dimana hati tidak mengenal (jahl) terhadap
Allah SWT.
Pada golongan yang
lainnya, menyatakan bahwa kufur itu merupakan banyak hal yang berkenaan dengan
hati ataupun selainnya, misalnya tidak mengenal (jahl) terhadap Allah SWT,
membenci dan sombong kepadanya, mendustakan Allah dan rasul-Nya sepenuh hati
dan secara lisan, begitu pula membangkang terhadap-Nya, mengingkari-Nya,
melawan-Nya, menyepelekan Allah dan dan rasulnya, tidak mengakui Allah itu Esa
dan menganggap-Nya lebih dari satu.
Karena itu mereka pun menganggap bisa saja terjadi kekufuran tersebut, baik
dengan hati maupun lisan, tetapi bukan dengan perbuatan, dan begitupun dengan
iman.
Mereka beranggapan bahwa seseorang yang membunuh ataupun menyakiti Nabi
dengan tidak karena mengingkarinya, tetapi hanya karena membunuh ataupun
menyakiti semata, niscaya dia tidaklah disebut kufur. Tetapi, kalau seseorang
mengahalalkan sesuatu yang diharamkan Allah, rasul-Nya dan juga orang-orang
muslim, niscaya diapun disebut kufur.[7]
C.Kelebihan dan Kekurangan Aliran
Murji’ah
Kelebihan dari aliran ini adalah golongan ini tidak
akan memudaratkan perbuatan maksiat itu terhadap keimanan. Demikian juga sebaliknya,
“tidaklah akan memberi manfaat dan memberi faedah ketaatan seseorang terhadap
kekafirannya”. Artinya, tidaklah akan berguna dan tidaklah akan diberi pahala
perbuatan baik yang dilakukan oleh orang kafir. Maka dari itu, mereka tidak mau
mengkafirkan seseorang yang telah masuk Islam, sebab golongan ini sagat
mementingakan kewajiban sesama manusia.[8]
Kekurangan aliran ini adalah lebih mementingkan urusan
dunia dari pada akhirat.Karena menurut mereka, iman adalah mengetahui dan
mengakui sesuatu yang menurut akal wajib dikerjakan.Berarti, kelompok ini
mengakui adanya kewajiban-kewajiban yang dapat diketahui akal sebelum datangnya
syariat.[9]
Firman Allah
SWT dalam surat Ar Ra’du ayat 28 :
الّذين امنوا وتطمئنّ قلوبهم بذكر
الله قلى الا بذكر الله تطمئنّ القلوب
Artinya :
“(Yaitu) orang-orang yang beriman
dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah.Ingatlah, hanya dengan
mengingat Allah hati akan menjadi tenteram”.
Apabila seseorang sudah mempercayai Allah SWT dan
rasul-rasul-Nya dan segala sesuatu yang datang dari Allah SWT, berarti ia
mukmin meskipun ia menyatakan dalam perbuatannya hal-hal yang bertentangan
dengan imannya. Seperti berbuat dosa, menyembah berhala, dan minum-minuman
keras.Golongan ini juga meyakini bahwa surga dan neraka itu tidak abadi, karena
keabadian hanya bagi Allah SWT semata.
Firman Allah
SWT dalam surat Al Anfal ayat 2 disebutkan :
واذا تليت عليهم اياته زادتهم ايمانا
Artinya :
“Dan apabila
dibacakan terhadap ayat-ayat-Nya, maka ayat-ayat itu menambah iman mereka”.
D.Sekte-sekte aliran
murji’ah
D.
Sekte-sekte Murji’ah
1.
Murji’ah Khawarij
Murji’ah
Khawarij adalah kelompok yang tidak mempermasalahkan pelaku dosa besar.
2.
Murji’ah qadariyah
Murji’ah qadariyah
adalah orang-orang
yang dipimpin oleh Ghilan Ad-Damsyiki sebutan mereka Al-Ghilaniah.
3.
Murji’ah jabariyah
Murji’ah
jabbariyah adalah jahmiyyah (para pengikut Jahm Ibn Shafwan), mereka hanya
mencukupkan diri dengan keyakinan dalam hati sajadan menurut mereka maksiat itu
tidak berpengaruh pada iman dan bahwasannya ikrar dengan lisan dan amal bukan
dari iman.
4.
Murji’ah murni
Murji’ah murni adalah kelompok yang oleh para ualama diperselisihkan
jumlahnya.
5.
Murji’ah sunni
Murj’ah
sunni adalah para pengikut Hanafi termasuk didalamnya adalah Abu Hanifah
dan gurunya Hammad Ibn Abi Sulaiman juga orang orang yang mengikuti mereka dari
golongan Murji’ah kufah dan yang lainnya. Mereka ini adalah orang-orang yang
mengakhirkan amal dari hakekat iman.
Sementara itu, Harun
Nasution membagi dalam 2 sekte yaitu :
1. Golongan moderat
Murjiah moderat
berpendirian bahwa pendosa besar tetap mukmin, tidak kafir tidak pula kekal di
dalam neraka, mereka di siksa sebesar dosanya, dan bila diampuni oleh Allah
sehingga tidak masuk neraka sama sekali. Iman adalah pengetahuan tentang Tuhan
dan Rasul-Nya, serta apa saja yang datang darinya secara keseluruhan namun dalam garis
besar , iman adalah dalam hal ini tidak bertambah dan berkurang, tokohnya adalah : Al Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Tholib, Abu Hanifah, Abu
Yusuf dan beberapa ahli hadist.[11]
2.
Golongan ekstrim
Kelompok ekstrim dalam Murji’ah terbagi menjadi empat
kelompok besar, yaitu :
a. Al-Jahmiyyah, kelompok Jahm bin Syahwan dan para pengikutnya,
berpandangan bahwa orang yang percaya kepada tuhan kemudian menyatakan
kekufuran secara lisan, tidaklah menjadi kafir karena iman dan kufur itu
bertempat di dalam hati bukan pada bagian lain dalam tubuh manusia.
b. Shalihiyyah,
kelompok Abu Hasan Ash-Shalihi, berpendapat bahwa iman adalah mengetahui tuhan,
sedangkan kufur tidak tahu tuhan. Sholat bukan merupakan ibadah kepada Allah,
yang disebut ibadah adalah iman kepada-Nya dalam arti mengetahui Tuhan. Begitu pula zakat, puasa
dan haji bukanlah ibadah, melainkan sekedar menggambarkan kepatuhan.
c. Yunusiyyah
dan Ubaidiyyah,
melontarkan pernyataan bahwa melakukan maksiat atau perbuatan jahat tidaklah
merusak iman seseorang. Mati dalam iman, dosa-dosa dan perbuatan jahat yang dikerjakan
tidaklah merugikan orang yang bersangkutan. Dalam hal ini Muqatil bin Sulaiman
berpendapat bahwa perbuatan jahat, banyak atau sedikit tidak merusak iman
seseorang sebagai musyrik.
d.
Hasaniyyah, jika seseorang mengatakan “saya tahu Tuhan
melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu
adalah kambing ini”, maka orang tersebut tetap mukmin, bukan kafir.
Pendapat-pendapat ekstrim
seperti diuraikan di atas menimbulkan pengertian bahwa hanya imanlah yang
penting dan menentukan mukmin atau tidaknya mukminnya seseorang.
Perbuatan-perbuatan tidak mempunyai pengaruh dalam hal ini. Karena yang penting
ialah iman dalam hati, ucapan dan perbuatan tidak merusak iman[12]
D.
Dasar nash
Al-Qur’an Aliran Murji’ah
Dalil yang di ambil dalam mendukung
pemikirannya adalah Firman Allah dalam Alquran, Q.S. Az-Zumar : 53
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ
أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ
اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Artinya: Katakanlah: "Hai
hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah
kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa
semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Az-Zumar : 53)
Nash yang dijadikan keimanan dan
kekufuran seluruhnya terletak pada hati adalah:
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ
عَشِيرَتَهُمْ ۚ أُولَٰئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ
بِرُوحٍ مِنْهُ ۖ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ
خَالِدِينَ فِيهَا ۚ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ أُولَٰئِكَ حِزْبُ
اللَّهِ ۚ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya: Kamu tak akan mendapati kaum
yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan
orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu
bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.
Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan
menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan
dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,
mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa
puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah,
bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung. (Q.S. Al-Mujadalah : 22)
مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ
إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَلَٰكِنْ
مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ
عَذَابٌ عَظِيمٌ
Artinya: Barangsiapa yang kafir kepada Allah
sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa
kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan
tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah
menimpanya dan baginya azab yang besar. (Q.S. An-Nahl : 106)
Dalil dari
Sunnah mereka berhujjah dengan sebagian hadits dan atsar, yang secara dhahir menunjukkan
atas perintah untuk menjauhi syirik dan keberadaan iman
dalam hati
seseorang untuk menggapai kejayaan dan keridhaan Allah:
مَنْ
مَاتَ يُشْرِكُ بِالله ِشَيْئا دَخَلَ النَّارَ. قَالَ إِبْنُ
مَسْعُوْدٍ: وَقُلْتُ أَنَّا مَنْ مَات لَا يُشْرِكُ بِالله ِشَيْئًا
دَخَلَ الْجَنَّة
Artinya: Barang siapa yang
mati dalam keadaan menyekutukan Allah dengan sesuatu maka ia akan masuk
neraka”, Ibnu Mas’ud berkata: “Saya katakan: “Barang siapa yang mati dalam
keadaan tidak menyekutukan Allah maka ia masuk Jannah.”
Inilah beberapa
dalil yang digunakan oleh kolompok murjiah dalam menguatkan mazhabnya.
E. Ciri-ciri khusus Aliran Murji’ah
Murji’ah memiliki sekian banyak ciri dan ada
beberapa cirri yang paling menonjol, diantaranya sebagai berikut:[13]
1. Mereka berpendapat, iman hanya sebatas penetapan dengan lisan, atau sebatas
pembenaran dengan hati, atau hanya penetapan dan pembenaran.
2.
Mereka berpendapat, iman tidak bertambah dan tidak berkurang, tidak
terbagi-bagi, orang yang beriman tidak bertingkat-tingkat, dan iman semua orang adalah sama.
3.
Mereka mengharamkan istitsan` (mengucapkan ‘saya beriman insya Allah) di
dalam iman.
4.
Mereka berpendapat, orang yang meninggalkan kewajiban dan melakukan
perbuatan haram (dosa dan maksiat) tidak berkurang imannya dan tidak merubahnya.
5.
Mereka membatasi kekufuran hanya pada pendustaan dengan hati.
6.
Mereka mensifati amal-amal kekufuran yang tidak membawa melainkan kepada
kekufuran, seperti menghina dan mencela (Allah, Rasul-Nya, maupun syari’at
Islam); bahwa hal itu bukanlah suatu kekufuran, tetapi hal itu menunjukkan
pendustaan yang ada dalam hati.[14]
F.
Pendapat ulama’
tentang Aliran Murji’ah
Para ulama sepanjang masa telah menetapkan,
bahwasanya Murji’ah merupakan kelompok bid’ah yang sesat. Mereka pun melakukan pengingkaran
dan membantah kelompok ini. Di antara para kelompok ini ialah sebagai berikut:
1. ‘Abdullah bin
‘Abbas bin ‘Abdul-Muthalib (wafat 68 H). Beliau Radhiyallahu ‘anhu
mengingatkan, “Berhati-hatilah dengan (pemikiran) Irja’, karena ia merupakan
cabang dari pemikiran Nashrani.”
2. Ibrahim bin Yazid bin Qa-is an-Nakha-I
rahimahullah (wafat 96H) berkata, “Menurutku, sesungguhnya fitnah mereka
(Murji’ah) lebih aku takutkan atas umat ini daripada fitnah al-Azariqah.”
3. Muhammad bin Muslim az-Zuhri rahimahullah
(wafat 125 H) berkata, “Tidak ada satu perbuatan bid’ah dalam Islam yang lebih
berbahaya bagi pemeluknya (kaum Muslimin) dari bid’ah ini, yaitu Al-Irja’.”
4. Yahya bin Sa’id al-Anshari (wafat 144 H) dan
Qatadah (wafat 113 H), sebagaimana dikatakan oleh al-Auza-I rahimahullah, bahwa
mere berdua mengatakan: “Menurut pendapat mereka, tidak ada perbuatan bid’ah
yang lebih ditakutkan atas umat ini dari Al-Irja’.”
5. Manshur bin al-Mu’tamir as-Sulami (wafat 132
H) brkata; “Aku tidak berpendapat seperti pendapat Murji’ah yang
sesat dan bid’ah.”
6. Lajnah ad-Da-imah
lil-Buhuts al-Ilmiyah wal-Ifta, di dalam fatwa no. 21436, tertanggal 8
Rabi’uts-Tsani 1421 H menyebutkan tenteng fenomena pemikiran Murji`ah pada
zaman ini. Dalam fatwa tersebut dikatakan: "Tidak diragukan lagi bahwa
pemikiran ini (Murji`ah) adalah kebatilan dan kesesatan yang nyata, menyelisihi
al-Qur`ân, Sunnah dan ijma' Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah, sejak dahulu sampai
sekarang.
.
G. Analisa
Pokok ajaran Murji’ah yaitu bahwa mereka lebih mengedepankan
iman dari pada amal. Iman adalah cukup dengan
mengakui dan percaya kepada Allah dan Rasulnya saja. Adapun amal atau
perbuatan, tidak merupakan sesuatu keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan hal
ini, seseorang tetap dianggap sebagai mukmin walaupun ia meninggalkan apa yang
difardhukan kepadanya dan melakukan perbuatan-perbuatan dosa besar[15].
Kemudian efek, bahaya
atau pengaruh buruk pemikiran Murji’ah ialah:
1. Sebagai kelompok yang
mengusung pemikiran bid'ah, maka jika Murji`ah masuk ke dalam 'aqidah kaum
Muslimin, ia dapat memporak-porandakan kesatuan umat. Sebab, suatu perbuatan
bid'ah jika muncul dan berkembang, ia akan memicu permusuhan dan kebencian di
antara kaum Muslim.
2. Munculnya pemikiran
Murji'ah ini telah menyebabkan banyak hukum-hukum Islam menjadi hilang,
sehingga menjadi penyebab hilangnya syari'at. Pemikiran mereka juga telah
merusak keindahan Islam, sehingga menjadi penyebab manusia berpaling dan tidak
mengagungkan
syari'at Allah.
3. Mereka telah berdusta atas
nama Allah dan memiliki pemikiran yang telah dicela oleh seluruh ulama. Imam
al-Ajuri (wafat 360H) berkata,"Barangsiapa yang memiliki pemikiran seperti
ini (Irja`), maka ia telah berdusta atas nama Allah dan membawa lawannya
kebenaran serta sesuatu yang sangat diingkari seluruh ulama, karena yang
memiliki pemikiran ini menganggap, seseorang yang telah mengucapkan lâ ilaha
illallâh, maka dosa besar dan perbuatan keji yang ia lakukan, sama sekali tidak
merusaknya. Menurutnya pula, keberadaan antara orang yang baik dan takwa dengan orang yang fakir adalah sama. Pendapat
seperti ini jelas merupakan kemungkaran.
4. Kelompok Murji'ah
meyakini bahwa suatu perbuatan (amal) tidak mempengaruhi keimanan seseorang,
sehingga banyak orang menyatakan yang penting "hatinya", dan
perbuatan maksiat yang dilakukannya tersebut seakan-akan tidak mempengaruhi
keimanan di hatinya.
5. Pemikiran Murji'ah membuka
pintu bagi orang-orang yang rusak membuat kerusakan dalam agama, dan merasa
tidak terikat dengan perintah dan larangan syari'at. Sehingga akan memperbesar
kerusakan dan kemaksiatan di tengah kaum Muslimin. Bahkan akhirnya sangat
mungkin mereka membuat melakukan perbuatan kekufuran dan kesyirikan, dengan
alasan bahwa hal itu merupakan amalan, dan tidak merasa bisa menyebabkan
imannya menjadi berkurang atau hilang. Na'udzubillâhi minazh-zhalal.
7. Menghilangkan unsur
jihad fi dan amar ma`ruf nahi mungkar. Bukti atau dalilnya mana? Perlu ada
penjelasan.
8. Kaum Murji'ah
menyamakan antara orang yang shalih dengan yang tidak, dan orang yang istiqamah
di atas agama Allah dengan orang yang fasik. Sebab menurut mereka, amal shalih tidak mempengaruhi keimanan seseorang, sebagaimana juga perbuatan maksiat
tidak mempengaruhi keimanan.[16]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari beberapa pendapat yang telah disampaikan
diatas bahwa aliran Murji’ah yang terpenting dalam kehidupan beragama adalah
aspek iman dan kemudian amal. Jika seseorang masih beriman, berarti dia tetap
mukmin, bukan kafir walaupun ia melakukan dosa besar. Adapun hukuman bagi dosa
besar itu terserah kepada Tuhan, akan diampuni atau tidak. Dan dikatakan
Murji’ah karena ada sekelompok orang yang menyatakan diri tidak ingin terlibat
dalam pertentangan politik yang terjadi antara Ali dan Mu’awiyah.
Golongan murji’ah moderat maupun ekstrim sudah tidak ada lagi pada
dewasa ini sebagian golongan berdiri sendiri,tetapi sebagian ajarannya ada yang
masih dipergunakan oleh golongan yang lain seperti ahli sunnah waljama’ah.
[1] Amir
Nurdin dkk.,Sejarah Pemikiran Islam(Jakarta:Teruna Grafika,2012)hlm 24
[2]
Ibid.,hlm 25
[3]
Ibid.,hlm 26
[4] Imam
Muhammad Abu Zahra.,Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam,(Jakarta:Logos,1996),hlm
143
[5]http://aftanet.blogspot.com/2011/06/munculnya
kaum murjiah ekstrim dan html diakses tanggal 22 maret 2016
[6] Ibid.,hlm
30
[7]
Kholid Syamsudin,Pengaruh buruk pemikiran murji’ah,2008.html://almanhaj.or.id/diaskas
tanggal 22 maret 2016
[8] Ibid
diakses tanggal 22 maret 2016
[9] Ibid.
diakses tanggal 22 maret 2016
[10]
M.Amin Nurdin.,dkk(Sejarah Pemikiran Islam(Jakarta,Teruna
Grafika,2012)hlm 27
[11]
Muniron,Ilmu Kalam(sejarah,metode,ajaran dan analisa perbandingan)(Jember,STAIN
JemberPress,2015)hlm 64
[12]
Ibid hlm29-30
[14] Ibid.,
diaskes tanggal 17 maret 2016
[15] Musloemsejati.blogspot.com/2013/03/pemikiran-kalam-murjiah.html
diaskes tanggal 18 maret 2016
[16]
Ibid., diaskes tanggal 18 maret 2016
Komentar
Posting Komentar